Panduan Pelatihan tentang Kedaulatan
Pangan
Aliansi Gerakan
Reforma Agraria – People Coalition on Food Sovereignty – Pesticide
Action Network
Asia Pacific
Editor Utama
Antonio Tujan Jr., Asia Pasific Research Network (APRN)
Antonio Tujan Jr., Asia Pasific Research Network (APRN)
Penulis
Jennifer del Rosario-Malonzo
Ibon Foundation, Inc
Jennifer del Rosario-Malonzo
Ibon Foundation, Inc
Koordinator Proyek
Gilbert M.Sape
Food Sovereignty and Ecological Agriculture Programme of Pesticide Action Network Asiaand
the Pasific (PAN AP)
Gilbert M.Sape
Food Sovereignty and Ecological Agriculture Programme of Pesticide Action Network Asiaand
the Pasific (PAN AP)
Tata
letak, Ilustrasi dan Desain Sampul
Mike Santiago
Mike Santiago
Diterjemahkan
ke dalam Bahasa Indonesia
Subhan A. Hamid
Subhan A. Hamid
Dicetak
oleh
Jutaprint, Penang
Jutaprint, Penang
April 2007, Edisi Pertama
Dicetak dan dipublikasikan di Malaysia oleh:
Pesticide Action Network Asia and the Pasific (PAN AP)
Pesticide Action Network Asia and the Pasific (PAN AP)
P.O. Box 1170, 10850 Penang,
Malaysia Tel: (604) 6570271/6560381 Fax: (604) 6583960 Email: panap@panap.net
URL:WWW.panap.net
Terbitan ini dapat dipergunakan
secara bebas oleh siapa saja senyampang Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan
Pangan-People’s Coalition on Food Sovereignty (PCFS) dicantumkan sebagai
sumbernya. Komentar dan umpan balik dari anda sangat berharga dan kami sambut
baik terutama masukan tentang bagaimana mengembangkan modul-modul ini.
Diperbanyak oleh Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)
Daftar Isi
Pengantar Pendahuluan Catatan
untuk Fasilitator
Modul
1
|
:
|
Memahami
Kedaulatan Pangan ………………..
|
||||||
Modul
2
|
:
|
Kedaulatan
Pangan sebagai sebuah Kerangka
|
||||||
|
|
Kebijakan
|
dalam
|
Pertanian,
|
Produksi
|
dan
|
||
|
|
Distribusi
Pangan ………………………………...
|
||||||
Modul
3
|
:
|
Advokasi Kebijakan untuk
|
Kedaulatan
|
Pangan
|
||||
|
|
…………………………………………….
|
||||||
Modul
4
|
:
|
Pelajaran
Pilihan mengenai Advokasi…………
|
||||||
KATA PENGANTAR
Jutaan
orang di seluruh dunia hidup dalam deraan Kelaparan dan kemiskinan kronis yang
tidak teratasi. Data terkini menunjukkan bahwa di Asia saja lebih dari 500 juta
rakyat menderita kelaparan kronis, hal ini terutama menimpa anak-anak dan
perempuan.
Seruan
Kedaulatan rakyat atas pangan mendapat respon luar biasa dari gerakangerakan
tani di seluruh belahan dunia sebab seruan ini menyentuh inti persoalan
sesungguhnya yaitu masa depan produksi pangan bagi komunitas-komunitas. Juga sebagai sebuah
respon langsung terhadap ancaman globalisasi pada kedaulatan pangan.
Untuk
mendukung seruan tersebut, PAN AP bersama-sama dengan gerakan-gerakan rakyat
dan LSM-LSM pendukung lainnya di Asia berada di barisan depan dalam
mengembangkan rekomendasi kebijakan yang nyata mengenai kedaulatan pangan.
Salah satu tujuan utama kita adalah memperkuat gerakan-gerakan rakyat untuk
membasmi kelaparan dan mewujudkan kedaulatan pangan.
Meskipun
begitu, bahan-bahan tertulis mengenai kedaulatan pangan masih sangat terbatas.
Karenanya, penerbitan modul ini hanyalah sumbangan kecil untuk pengembangan
bahan bacaan atas isu penting ini lebih lanjut.
The
People’s Coalition on Food Sovereignty (PCFS), di mana PAN AP mendapat
kehormatan menjadi tuan rumahnya, merupakan salah satu jaringan terdepan yang
ambil bagian dalam memajukan kedaulatan pangan. Modul ini merupakan hasil kerja
koalisi ini selama bertahun-tahun. Setelah sebelumnya menerbitkan sebuah seri
terbitan. Bengkel kerja (workshop), pertemuan-pertemuan strategi, konferensi,
pawai dan debat tentang kedaulatan pangan juga telah diselenggarakan berkat
kerja sama semua anggota koalisi.
Salah-satu
kegiatan tersebut adalah pelatihan untuk pelatih mengenai kedaulatan pangan
yang diselenggarakan bersama-sama oleh anggota Asia Pasific Research Network
(APRN), PAN AP dan PCFS. Pelatihan ini dieselenggarakan di Kolkata, India, pada
Bulan September 2004, dengan tuan rumah
Institute for Motivating Self Employment (IMSE, India) serta dihadiri oleh
berbagai pemimpin gerakan rakyat dan LSM-LSM pendukung di Asia yang telah ambil
bagian dalam persoalan kedaulatan pangan dengan berbagai cara.
Rancangan
modul telah disiapkan secara khusus oleh para pelatih untuk kegiatan pelatihan.
Modul ini telah dipresentasikan kepada para peserta dalam sebuah program
tiga-harian. Diskusi-diskusi yang kaya dan debat-debat yang semarak selama
pelatihan telah didokumentasikan dan digunakan sebagai data utama dalam
mempersiapkan modul ini. Masukan dan saran yang berharga mereka adalah
sumbangsih luar biasa dalam rangka penyelesaian modul-modul ini.
Mereka yang ambil bagian dalam tim
pelatihan yang telah mempersiapkan dan mempresentasikan rancangan modul yaitu
Antonio Tujan Jr.(APRN); Gilbert Sape (PAN AP); Marlou Abaja (APRN); dan
pendokumentasian dilakukan oleh Kathryn Mangga (IBON). PCFS melalui IBON
Foundation, mengembangkan modul lebih lanjut seperti yang disajikan dalam
terbitan ini.
Besar
harapan semoga modul-modul ini dapat dipergunakan oleh para aktivis untuk
mempopulerkan gagasan kedaulatan pangan lebih lanjut, menggerakkan rakyat
melalui program ini, serta mempertajam debat dan analisis mengenai kedaulatan
pangan.
PCFS
juga sedang merancang pelaksanakan pelatihan-pelatihan berikutnya dengan
harapan dapat mengembangkan modul ini berdasarkan hasil dari inisiatif-inisiatif
ini.
Sarojeni Rengam
Executive Director PAN AP
Modul 1 Memahami Kedaulatan pangan
Tujuan :
1.
1. Menjelaskan
konsep kedaulatan pangan dan konsep lain yang memiliki pertalian;
2.
2. Memberikan
sebuah gambaran terhadap persoalan-persoalan
penting sektor pertanian dan pangan dewasa ini; dan
3.
3. Membahas
keperluan mendesakkan kedaulatan pangan di tengah arus globalisasi.
Waktu
: 3 Jam
I.
Apa itu kedaulatan pangan?
Dalam
laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak atas pangan yang disusun
oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB pada Bulan Februari 2004, kedaulatan pangan
didefinisikan sebagai hak rakyat, komunitas-komunitas, dan negeri-negeri untuk
menentukan sistem-sistem produksinya sendiri dalam lapangan pertanian,
perikanan, pangan dan tanah, serta kebijakan-kebijakan lainnya yang secara
ekologi, sosial, ekonomi dan kebudayaan sesuai dengan keadaan-keadaan khusus (keunikannya,
penj) masing-masing.
Organisasi
tani internasional La Via Campesina mendefinisikan kedaulatan pangan sebagai
hak seluruh rakyat, bangsa dan negaranya untuk menentukan kebijakan petanian
dan pangannya sendiri tanpa campur tangan negeri lain.
Konsep
kedaulatan pangan telah berkembang sedemikian rupa melampaui konsep ketahanan
pangan (food security,penj) yang lebih dikenal sebelumnya, yang hanya
bertujuan untuk memastikan diproduksinya pangan dalam jumlah yang cukup dengan
tidak memperdulikan macamnya, bagaimana, di mana dan seberapa besar skala
produksi pangan tersebut. Kedaulatan pangan adalah interpretasi luas dari hak
atas pangan, ia melampaui wacana tentang hak pada umumnya.
Kedaulatan
pangan adalah kebebasan dan kekuasaan rakyat serta komunitasnya untuk menuntut
dan mewujudkan hak untuk mendapatkan dan memproduksi pangan (sendiri, penj) dan tindakan
berlawan terhadap kekuasaan perusahaanperusahaan serta kekuatan lainnya yang
merusak sistem produksi pangan rakyat melalui perdagangan, investasi, serta
alat dan kebijakan lainnya.
Kedaulatan
pangan menuntut hak rakyat atas pangan, yang menurut Food and Agriculture
Organization (FAO) merupakan hak untuk memiliki pangan secara teratur, permanen
dan bisa mendapatkannya secara bebas, baik secara cuma-uma maupun membeli
dengan jumlah dan mutu yang mencukupi, serta cocok dengan tradisi-tadisi
kebudayaan rakyat yang mengkonsumsinya. Menjamin pemenuhan hak rakyat untuk
menjalani hidup yang bebas dari rasa takut dan bermartabat, baik secara fisik
maupun mental, secara individu maupun kolektif.
Kenyataannya,
kelaparan sebagai indikasi tindasan terhadap hak atas pangan masih berlangsung
di mana-mana bahkan bertambah buruk saja. India adalah
negeri
dengan jumlah penderita kelaparan tertinggi didunia, disusul oleh China. 60% dari total
penderita kelaparan di seluruh dunia berada di Asia dan Pasifik, diikuti oleh
negeri-negeri Sub-Sahara dan Afrika sebesar 24%, serta Amerika Latin dan
Karibia 6% (lihat tabel). Setiap tahun orang yang menderita kelaparan bertambah
5,4 juta. Juga setiap tahunnya 36 juta rakyat mati karena kelaparan dan gizi
buruk, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam
usaha mengatasi masalah kelaparan dan akses pangan, PBB melalui FAO
memperkenalkan istilah “ketahanan pangan” dengan harapan adanya persediaan
pangan setiap saat, semua orang dapat mengaksesnya dengan bebas dengan
jumlah, mutu dan jenis nutrisi yang mencukupi serta dapat diterima secara
budaya.
Konsep
tersebut sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan sebuah negara untuk
memproduksi dan mendistribusi pangan utama secara adil kepada rakyatnya. Juga
mengabaikan kenyataan di mana semakin meluas dan limpah ruahnya ekspor produk
pertanian murah serta bersubsidi tinggi ke negara-negara terbelakang. Praktek
ini dibiarkan bahkan didorong atas nama perdagangan bebas yang disokong penuh
oleh negara-negara maju.
Hal
ini tidaklah mengherankan sebab ketahanan pangan hanya sebatas pernyataan
lembaga-lembaga pemerintah dan antar-pemerintah saja, sementara pelaksanaan
dan tanggungjawab untuk mewujudkan ketahanan pangan telah didefinisikan kembali
yaitu dialihkan dari urusan negara menjadi urusan pasar.
Prinsip
dan strategi neoliberal untuk mencapai tujuan ketahanan pangan ini dijalankan
oleh institusi-institusi multilateral seperti International Monetary fund
(IMF), World Bank (WB), dan World Trade Organization (WTO). Rekonseptualisasi
ketahanan pangan ini pada akhirnya hanya menguntungkan negara-negara dan perusahaan-perusahaan
yang paling kuat yang terlibat dalam perdagangan dan investasi pangan juga
agribisnis. Kebijakan perdagangan neoliberal ini menekankan bahwa mengimpor
pangan murah adalah jalan terbaik bagi negara-negara miskin untuk mencapai
ketahanan pangan dari pada memproduksi pangannya sendiri. Bank Dunia bahkan
menegaskan bahwa perdagangan bebas sangat penting bagi ketahanan pangan,
dengannya pemanfaatan sumber daya di dunia lebih efesien.
Perkembangan
Konsep Ketahanan Pangan
Selama
berlangsungnya World Food Summit pada tahun 1996, konsep kedaulatan pangan
diajukan menjadi bahan perdebatan publik secara global dengan tujuan
menyediakan jalan keluar alternatif (bagi kemiskinan dan kelaparan, penj)
yang berlawan terhadap kebijakan neoliberal. Konsep ini dikembangkan untuk
menemukan sebuah alternatif kebijakan berdasarkan hak rakyat atas pangan. Ini
merupakan redefinisi rakyat sendiri terhadap ketahanan pangan yang telah gagal
total dalam mengurangi kelaparan.
Dalam
World Food Summit tahun 1996, delegasi-delegasi pemerintah menyatakan sekitar
tahun 2015 kelaparan di bumi ini akan berkurang setengahnya. Akan tetapi data
menunjukkan bahwa alih-alih mengalami penurunan, angka penderita kelaparan
terus mengalami peningkatan. Sekalipun pernyataan pemerintah berbagai negara
dan oraganisasi-organisasi PBB seperti FAO berusaha menutup-nutupi keadaan
memprihatinkan ini. Globalisasi “neoliberal” telah menorehkan cacatan
mengerikan di mana 105 dari 149 negara miskin dunia ketiga adalah pengimpor
pangan bersih, ini berarti negara-negara tersebut tidak memiliki kemampuan yang
memadai untuk memproduksi pangannya sendiri.
Kebijakan-kebijakan
neoliberal merusak kedaulatan pangan karena lebih mementingkan perdagangan
internasional daripada hak-hak rakyat atas pangan.
Kaum
tani dan gerakan rakyat di pedesaan lainnya telah membuktikan bahwa
kebijakan-kebijakan neoliberal ini tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengurangi
kelaparan di dunia.
Kebijakan-kebijakan
ini justru hanya meningkatkan ketergantungan rakyat pada import agrikultural
dan mengintensifkan peng-korporatisasian pertanian. Dengan demikian
kebijakan tersebut telah menyebabkan kelestarian genetika alam, warisan
lingkungan hidup serta budaya berada
dalam bahaya besar sekaligus mengancam kesehatan populasi dunia.
Sejak
diperkenalkan konsep kedaulatan pangan telah menjadi isu utama dalam perdebatan
dalam agenda pertanian internasionan begitu juga di dalam Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Ia telah menjadi bahasan utama dalam forum yang diselenggarakan
oleh organisasi non-pemerintah (NGO) sebagai forum tandingan bagi World Food
Summit Juni 2002.
Tingkatan
dan Konteks dari Kedaulatan Pangan
Sekalipun
kedaulatan pangan telah memiliki pengertian sebagai hak untuk menentukan
kebijakan pertanian dan pangan, masih banyak dijumpai kebingungan dalam
memahami kedaulatan pangan. Hal ini disebabkan karena istilah tersebut telah
dipergunakan pada tingkatan pengertian dan konteks diskusi yang berbeda.
Kedaulatan pangan
memiliki tingkatan-tingkatan dan konteks yang berbeda-beda:
1.
1. Sebagai
sebuah kaidah berbasis pada hak-hak asasi manusia
2.
2. Sebagai
sebuah kaidah utama dalam pembangunan demokrasi rakyat
3.
3. Sebagai
sebuah kaidah dalam hubungan internasional untuk melawan imperialisme dan
campur tangan asing.
4.
4. Sebagai
sebuah konsep kebijakan atau flatform untuk formulasi/debat kebijakan pertanian
dan pangan
5.
5. Sebagai
konsep untuk beraliansi (kerjasama, pen) dan membangun solidaritas
6.
6. Sebagai
seperangkat kebijakan dengan tujuan-tujuan khusus dan
7.
7. Sebagai
sebuah paket program-program sosial.
Pangan
sangat penting bagi kehidupan. Karenanya, hak atas pangan merupakan perluasan
dari hak asasi manusia paling mendasar untuk hidup. Sebagai kaidah hak asasi
manusia kedaulatan pangan menegaskan baik hak-hak individu maupun hak kolektif
sekaligus mendorong pengejawantahan hak-hak tersebut. Senantiasa menegakkan hak
rakyat menentukan nasibnya sendiri serta kebebasan rakyat menjalankan aksi
secara mandiri menuntut hak-haknya.
Penegasan rakyat atas
hak individu dan kolektifnya sendiri merupakan kedaulatan. Bagimanapun,
kedaulatan pangan dalam kenyataannya berkembang
melampaui
wacana hak-hak asasi manusia yang telah menjadi wacana elit semata. Inilah
kenapa kata kedaulatan sengaja dipergunakan untuk menunjukkan bahwa konsep ini
miliknya rakyat.
Kedaulatan
rakyat atas pangan merupakan sebuah kaidah demokrasi sejati, yang berarti bahwa
segala sesuatunya berasal dari rakyat. Ini merupakan sebuah platform yang
membela kekuasaan rakyat dan segenap tuntutannya atas kedaulatan. Tuntutan
kedaulatan pangan mendorong demokrasi sepanjang hal tersebut merupakan aspirasi
massa.
Kedaulatan
pangan memecahkan pertentangan antara hak-hak rakyat dengan apa yang dinamakan
kekuatan pasar. Karenanya
merupakan gerakan kebangsaan melawan imperialis sekaligus platform untuk
melawan kebijakan-kebijakan neoliberal. Adalah seruan kepada rakyat di seluruh
dunia agar bangkit melawan kepentingan imperialis yang dipaksakan oleh IMF,
Bank Dunia, dan WTO yang didikte oleh kepentingan negara-negara adidaya dan
perusahaan lintas-nasionalnya (TNCs).
Mengartikulasikan
dan meluruskan perjuangan rakyat terhadap
kebijakan pangan dan pertanian adalah salah-satu tujuan dari perjuangan
kedaulatan pangan. Pangan dan pertanian merupakan hak dasar, karenya pendekatan
advokasi kebijakan harus berdasarkan pada kekuatan rakyat, yang mendukung
perjuangan langsung dari kekuatan massa pokok. Kedaulatan pangan menuntut agar
supaya kebijakan “perdagangan bebas” yang mengijinkan perusahaan-perusahaan
memegang kendali atas pertanian dan pangan dibatalkan. Lembaga seperti WTO
harus hengkang dari masalah pertanian dan pangan. Kedaulatan pangan juga
bertujuan untuk menegakkan kebijakan yang memperkuat sektor pertanian lokal (melalui
reforma agraria dan membuka akses terhadap air, benih dan kredit). Juga
melindungi kaum tani dan konsumen (dari serbuan pangan murah impor serta produk
rekayasa genetika yang sudah kelewatan).
Kedaulatan
pangan juga merupakan konsep untuk membangun solidaritas dan kerja sama karena
senantiasa mengusung kepentingan bersama berbagai sektor dalam masyarakat.
Promosi
kedaulatan pangan sangat penting bagi semua warga sebuah negara. Utamanya bagi
petani pemilik dan kaum tani, nelayan, pekerja serta kaum miskin kota yang
mewakili para produser pangan massa pokok. Juga sektor khusus yang memegang
peranan penting dalam kedaulatan pengan seperti kaum perempuan, suku bangsa
asli/minoritas, ilmuan pertanian dan pangan serta gerakan konsumen.
Di
samping itu kedaulatan pangan juga memiliki tujuan khusus (tujuan antara,
penj) yaitu memecahkan masalah-masalah pertanian dan pangan yang sedang
mengemuka dewasa ini. Hal ini berarti harus memikirkan dengan sungguh-sungguh
dan mendorong penerapan kebijakan-kebijakan, hukum, regulasi-regulasi, dan
ukuran-ukuran yang menjamin akses rakyat atas pangan serta sumber daya untuk
memproduksi pangan, dan juga melindungi sektor pertanian serta sektor dasar dan
marjinal lainnya.
Kebutuhan-kebutuhan
berbeda dari setiap sektor harus dipertimbangkan. Program sosial dan ekonomi
harus dirancang dan dipastikan sesuai dengan keadaan masingmasing sektor.
Perhatian khusus harus diberikan kepada suku bangsa asli, kaum perempuan dan
anak-anak. Mereka mengalami penderitaan berlipat-lipat di bawah penindasan dan
diskriminasi patriarkal di bawah sistem kapitalis burjuis yang saat ini sedang
berkuasa.
II.
Mengapa Kedaulatan Pangan Merupakan Sebuah Kebutuhan
Kerusakan
Produksi Pertanian dan Pangan
Sistem
pangan dan pertanian global berada di bawah monopoli dan kekuasaan
perusahaan-perusahaan raksasa yang berada dibalik upaya barbar memaksakan
kebijakan ekonomi neoliberal dan perdagangan bebas.
Dengan berlakunya
sistem tersebut, negeri-negeri terbelakang di mana mayoritas rakyat miskin dan
kelaparan berada dipaksa untuk bergantung pada ekspor pertanian.
Pertanian
sub-sisten berskala kecil dilukiskan sedemikian rupa sebagai usaha yang tidak
efesien karenya harus disapu bersih melalui liberalisasi. Lahan besar yang
sebelumnya diperuntukkan untuk tanaman pangan telah dikoversikan menjadi
tanaman perkebunan atau untuk peruntukkan lainnya. Hal ini telah menghancurkan
mata pencarian jutaan orang di pedesaan serta memperburuk wajah kemiskinan dan
kelaparan yang telah berlangsung. Mendorong eksport dari perkebunan-perkebunan
luas dikiranya sebagai jalan terbaik untuk menghasilkan alat pembayaran luar
negeri (valuta asing,pen) yang dibutuhkan untuk mengimpor pangan.
Sebagai
gambaran, Sri Lanka, setelah menerapkan liberalisasi pertanian, antara tahun
1985 hingga 1998 impor pangan naik dua kali lipat. Produksi dari daerah yang
sebelumnya penghasil pangan menurun drastis
sementara harapan yang membumbung tinggi pada ekspor tidak kunjung
nyata, yang terjadi justru semakin masifnya pengangguran di pedesaan.
Sementara
itu, perusahaan agrochemical trans-nasional (TNCs) secara terus-menerus dan
intensif mendorong penggunaan obat kimia—(dalam bidang pertanian, penj)—
membuka pertanian monokultur berskala besar dan mempromosikan tanaman
modifikasi genetika membuat para petani kian bergantung dan akan terus
bergantung pada produknya.
Praktek
pertanian yang diterapkan oleh para TNCs ini merusak tanah; mengancam
pengetahuan dan praktek pertanian tradisional berkelanjutan yang akrab dengan
lingkungan; serta menghalang-halangi pembaruan agraria sejati.
Ketika
perdapatan kaum tani mengalami kemerosotan, baik karena tingginya biaya
produksi di satu sisi dan melimpah-ruahnya impor secara yang memaksa jatuhnya
harga produk lokal, harga konsumen justru bergerak naik. Gambaran ini
menunjukkan fakta bahwa kekuatan utama di balik naiknya harga sarana-sarana
pertanian dan turunnya harga komoditi pertanian yang juga menyebabkan tingginya
harga pangan; adalah adanya kontrol secara monopoli dari perusahaan-perusahaan
transnasional seperti Cargill, Monsanto, Nestle, dan sistem pangan dan
pertanian lainnya.
Kebijakan-kebijakan
globalisasi telah dijadikan syarat utang oleh institusi keuangan internasional
seperti IMF, Bank Dunia, ADB dan lain-lain kepada negara-negara yang kekurangan
dana yang mengajukan utang kepada lembaga tersebut. Contohnya, pada tahun
1990-an, industri beras Haiti mengalami kehancuran setelah guyuran gelombang
besar-besaran beras Amerika Serikat yang bersubsidi besar atas desakan
dari
IMF dan Bank Dunia. Saat ini Haiti terpaksa mengimpor sejumlah 312.006
metrik ton setiap tahunnya.
Sementara
itu, WTO, perjanjian-perjanjian regional dan bilateral telah mengijinkan TNCs
untuk mendominasi dan memegang kekuasaan atas pasar pertanian dan pangan. Kedaulatan
pangan tidak menentang perdagangan, melainkan melawan diberikannya prioritas
kepada pasar sebagai wasit (pengatur dan penentu,penj) kebijakan pertanian dan
pangan. Akibat dari prioritas pada ekspor tersebut telah merusak swasembada
pangan di tingkat lokal (dalam negeri, penj). Kenyataan telah telah membuktikan
bahwa akses terhadap pasar internasional bukanlah solusi bagi kaum tani.
Masalahnya terletak pada kurangnya akses terhadap pasar lokal mereka sendiri
karena telah dibanjiri oleh produk-produk yang murah.
Negara
maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa terus memasok milyaran dolar kepada
industri pertaniannya agar supaya berharga murah kemudian membuang kelebihan
produksinya ke pasar internasional menghancurkan mata pencarian petani skala
kecil baik di belahan dunia selatan maupun utara. Sebagai contoh, gandum
Inggris dijual dipasar dunia pada harga 70 poudsterling/ton pada saat itu harga
rata-rata di pasaran 73 poudsterling/ton sedangkan biaya produksi sudah 113
Pounsterling/ton.
Kedaulatan
pangan menolak dominasi paradigma pembangunan berdasar pada liberalisasi
perdagangan dan investasi serta menolak hal tersebut digunakan sebagai
pendekatan untuk memecahkan masalah kemiskinan dan kelaparan di pedesaan. Paradigma yang
sebenarnya sejak awal telah menemui kegagalan karena cacat bawaan yang melekat
padanya. Di bawah dominasi globalisasi, semakin lama semakin banyak rakyat yang
jatuh mengapung dalam arus kemiskinan. Program pembangunan alternatif yang
berkelanjutan sudah sangat mendesak, sebuah program yang akan dapat mengatasi
masalah kelaparan dan kekurangan nutrisi, pembangunan pedesaan, tersedianya
mata pencarian tetap dan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Menyokong
Aspirasi Demokratis Rakyat atas Pertanian dan Pangan
Rakyat
telah berjuang untuk membebaskan diri penindasan dan penghisapan imperialis dan
feodal dalam rentang waktu yang panjang. Dalam sektor pertanian dan pangan kaum
tani terus menggelorakan perjuangan untuk keadilan dan reforma agraria sejati.
Mereka menuntut penguasaan kembali atas sarana produksi yang telah dirampas
oleh perusahaan-perusahaan dan elit lokal. Rakyat juga telah berusaha
mengembangkan teknologi dan pertanian yang cocok, aman, memperhatikan
lingkungan hidup.
Tuntutan rakyat
mengenai haknya atas pangan dan hak untuk memproduksi pangan tidak sekedar
diakui akan tetapi harus dipenuhi. Hal ini berarti harus tersedia pangan yang
cukup, bergizi, aman dan secara budaya dapat diterima; Komunitas-komunitas
harus memiliki persediaan pangan yang cukup sepanjang waktu; serta harga bahan
pangan terjangkau bagi seluruh rakyat. Juga harus tersedia pekerjaan dan mata
pencarian dengan pendapatan yang memadai untuk mendapatkan pangan dan
kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya.
Di
samping itu, tuntutan rakyat atas produksi pertanian sangat tepat agar mereka dapat berproduksi untuk mencukupi
kebutuhan pangannya sendiri. Hal ini memerlukan perlindungan, subsidi dan
berbagai bentuk dukungan lainnya dari pemerintah. Dalam pada itu,
melimpah-ruahnya ekspor dari negara-negara industri maju harus dihentikan dan
institusi-institusi seperti WTO harus menghentikan segala campur tangannya
dalam bidang pertanian dan pangan. Gerakan kaum tani dan sektor-sektor lainnya
terus menuntut agar WTO keluar dari urusan pertanian selama beberapa tahun
belakangan ini.
Menuntut
Tanggung Jawab Negara Dalam Mengimplementasikan Kedaulatan Pangan dan Menegakan
Hak Rakyat atas Pangan
Adalah
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk menegakkan, melindungi, dan
menjamin agar rakyat dapat menikmati hak-haknya. Dan selanjutnya sudah menjadi
tugas negara untuk menjamin terpenuhinya hak rakyatnya atas pangan. Sebab bagaimana pun
kekuasaan demokratis yang dimiliki oleh pemerintah didirikan atas dasar hak dan
kekuatan rakyat. Dalam urusan pertanian dan pangan, agar sebuah negeri dapat
mencukupi kebutuhan pangannya sendiri ia harus mengimplementasikan kedaulatan
rakyat atas pangan.
Sebuah negeri harus
memiliki program dan kebijakan pangan yang tepat dan efektif untuk memenuhi hak
rakyat dan sebagai cerminan dari kedaulatan pangan. Misalnya dengan
mengetrapkan program-program dan kebijakan nasional untuk penyediaan, stok dan
distribusi pangan agar dapat mencukupi kebutuhan pangannya dengan bersandar
produksi negeri sendiri.
Kegiatan dan Tema
Diskusi yang Dianjurkan
Poin-Poin Diskusi
Ketahanan
pangan dan persoalan-persoalan dalam menginterpretasikan atau mendefinisikan
sebuah kebijakan ketahanan pangan.
Hak
atas pangan: Apakah sudah tercermin dalam kebijakan nasional? Mendiskusikan
kesenjangan antara kebijakan dan implementasinya.
Kegiatan: Workshop
Melakukan
penilaian terhadap konsep kedaulatan pangan dengan menilai lembagalembaga pembuat
kebijakan, kelompok-kelompok yang
terorganisir, organisasiorganisasi rakyat, LSM, masyarakat umum-awam serta
media massa.
Bagi peserta ke dalam
tiga grup untuk mendiskusikan tingkat penerimaan para pembuat kebijakan,
kelompok-kelompok terorganisir, media massa dan masyarakat umu terhadap
kedaulatan pangan. Dibawah ini adalah beberapa pertanyaan penuntun:
1.
1. Apakah
kedaulatan pangan sudah tampil dalam debat-debat kebijakan, kertas posisi,
diskusi publik, dalam berita atau cerita utama? Apa saja masukan terhadap
konsep kedaulatan pangan?
2.
2. Apakah ada
kelompok-kelompok yang mendorong kedaulatan pangan? Bagaimana mereka
menjelaskan kedaulatan pangan dan apa reaksi yang mereka dapatkan?
3.
3. Apakah sudah
pernah menjelaskan konsep kedaulatan pangan ini kepada pembuat kebijakan
(legislatif,penj) dan pejabat pemerintah urusan pertanian dan pangan? Bagaimana
respon mereka?
4.
4. Apakah konsep
ini pernah didiskusikan di media? Dalam konteks apa? Apa saja komentar/pendapat
yang menarik perhatian?
Simpulan-simpulan
hasil diskusi harus dapat memberikan wawasan penting kepada peserta atas
pandangan–pandangan dari kelompok yang berbeda-beda tentang kedaulatan pangan.
Hal ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam merencanakan advokasi di kemudian
hari.
Referensi Dan Bahan
Bacaan Lebih Lanjut
Dokumen:
La
Via Campesina. “The right to produce and the access to land. Food Sovereingty:
A future without Hunger.” Rome, Italy, November 1995.
“Profit
for Few or Food for All: Revisited Five Years Later.” FAO World Food Summit-5 ½
years later. NGO/CSO Forum for Food Sovereignty, Rome, 8-13 Juni 2002.
La
Via Campesina. “What is Food Sovereignty?” January 200, Available at http://www.un-ngls.org/UNCTAD
What%20is%20food%20sovereignty.doc
“Statement on People’s Food Sovereignty: Our World is not for
Sale, Priority to People’s Food Sovereignty.” Cancun, Mexico, September 2003
People’s Food Sovereignty Network Asia Pasific (now People’s
Coalition on Food Sovereignty) and Pesticide Action Network Asia and the
Pasific. Primer on Food Sovereignty.” November 2004. Available at http://www.foodsov.org/resources/food-sov-primer.pdf
Tujan, Antonio Jr. “Conceptual Issues on Food Sovereignty.”
Training on Food Sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September 2005
“Component of Food Sovereignty Platform and Program
Implementation.” Training on Food Sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September
2005
Windfuhr, Michael and Jennie Jonsen. 2005. Food Sovereignty:
Towards democracy in localized food systems. Warwickshire: ITDG Publishing and
FIAN-International.
IBON Databank and Research Center. 2005. WTO:Supreme Instrument
for Neoliberal Globalization. Manila:IBON Books.
IBON Databank and Research Center, 2003, Privatization: Corporate
Takeover of Government. Manila:IBON Books.
Websites:
People’s Coalition on Food Sovereignty http://www.foodsov.org
People’s Coalition on Food Sovereignty http://www.foodsov.org
People’s
Food Sovereignty: The Agriculture and Trade Network.
http://www.people.sfoodsovereignty.org
La
Via Campesina. http://www.viacampesina.org
Module 2 Kedaulatan pangan
sebagai konsep kebijakan produksi pertanian dan pangan serta distribusi
Tujuan:
1.
1.
Mendiskusikan kedaulatan pangan
sebagai konsep kebijakan alternatif pertanian dan pangan
2.
2.
Menjelaskan secara rinci
implementasi program kedaulatan pangan
Waktu: 3 jam
I.Kedaulatan pangan sebagai sebuah konsep kebijakan dalam produksi
pertanian dan pangan
Kebijakan pertanian dan pangan harus bertujuan untuk mewujudkan
produksi pangan yang dapat mencukupi kebutuhan sendiri melalui produsen pangan
dalam negeri khususnya kaum tani, nelayan, komunitas asli, dan lain sebagainya.
Memprioritaskan produksi pangan dalam negeri akan menambah pendapatan rakyat,
sekaligus melawan pertanian dan perikanan korporasi yang berorientasi ekspor.
Hal mana telah menyebabkan rakyat kehilangan pendapatan secara masif dan
menyeret rakyat ke dalam penghisapan industri pangan yang berorientasi ekspor.
Di samping itu, menjamin stok pangan, mengamankan sumberdaya untuk
produksi pangan, melakukan distribusi yang adil, serta manajemen pangan yang
berbasis serta dikontrol oleh komunitas. Memberikan prioritas pada produser
pangan skala kecil serta mencegah kepemilikan dan penguasaan korporasi atas
produksi dan sumberdayanya.
Advokasi
Kebijakan, Perjuangan untuk keadilan, pembebasan dan Demokrasi
Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, kedaulatan pangan
merupakan hak dasar, advokasi kebijakan pertanian dan pangan melalui pendekatan
yang berbasis pada kekuatan rakyat. Meskipun demikian juga penting untuk
mengkaitkan advokasi kebijakan ini dengan perjuangan untuk perubahan
struktural. Kedaulatan pangan dalam praktek advokasi kebijakan senantiasa
mendukung perjuangan demokratis massa pokok. Menyokong sepenuhnya aksi-aksi
rakyat secara langsung untuk memperoleh keadilan sosial, bebas dari penindasan
dan tirani, serta untuk memperoleh demokrasi sejati.
Kedaulatan
Pangan Dan Hak Asasi Manusia
Kedaulatan
pangan senantiasa memperjuangkan baik hak perseorangan maupun hak-hak kolektif, menegakkan dan
berjuang untuk mewujudkan hak asasi manusia serta mendukung kebebasan rakyat
untuk melancarkan aksi-aksi langsung memperjuangkan hak-haknya. Karenanya,
advokaksi kebijakan dalam kerangka kedaulatan pangan mendukung penuh hak kaum
tani untuk memproduksi pangan dan hak sebagai konumen yaitu hak untuk
memutuskan sendiri apa yang ingin dikonsumsi serta hak bangsa-bangsa melindungi
dirinya sendiri dari serbuan barang-barang pertanian dan pangan impor.
Kedaulatan pangan senantiasa menggunakan pendekatan yang berbasis
pada kekuatan rakyat dalam melakukan advokasi kebijakan
Kedaulatan
pangan telah berkembang sedemikian rupa tidak hanya sekedar memperjuangkan hak
dasar atas pangan dan hak untuk memproduksi pangan, melainkan juga kebijakan
sosial dan ekonomi yang memperjuangkan demokrasi rakyat. Mendorong partisipasi
rakyat dalam menentukan kebijakan agraria serta kebijakan lainnya. Kedaulatan
pangan memberi prioritas pada kebutuhan dalam negeri dan menjamin akses rakyat
atas tanah, air, benih, pelayanan dan lain sebagainya.
Kedaulatan pangan juga menjamin partisipasi kaum perempuan dan
sektor rentan lainnya dalam pembuatan kebijakan serta mengakui
pentingnya peranan mereka dalam urusan produksi pertanian dan pangan.
II. Komponen Program dan Platform Kedaulatan Pangan
Produksi Pangan
Dalam produksi pangan, masalah-masalah dan prinsip-prinsipnya
berkisar pada self-reliance (kepercayaan pada diri sendiri) dan self-sufficiency
(kesanggupan mencukupi keperluannya sendiri). Untuk dapat mewujudkan self-sufficiency
dalam produksi pangan mensyaratkan adanya demokrasi ekonomi (economic
democracy), yang berarti bahwa hak kaum tani untuk membuat keputusan dan
mencari nafkah harus ditegakkan sementara dominasi elite dan korporasi harus
dilenyapkan.
Dalam hal ini pemerintah harus melakukan tindakan redistribusi, di
satu sisi untuk menjamin mata pencarian dan pendapatan rakyat dengan
menyediakan kapital secara merata dalam sektor pertanian. Dan di sisi yang lain
untuk mencegah konsentrasi sumberdaya di tangan tuan-tuan tanah dan korporasi.
Program produksi pangan harus bersandar pada upaya menggerakkan bagian terbesar
dari produser pangan skala kecil khususnya sektor-sektor produser pangan yang
marjinal, menyediakan mereka akses terhadap sumberdaya seperti tanah, air,
bibit, ternak dan lain sebagainya.
Kegiatan-kegiatan pertanian harus juga berbasis pada
keaneka-ragaman hayati yang menjamin keberlanjutan sosial dan ekologi.
Konservasi sumberdaya genetika dan lingkungan hidup harus dipromosikan dalam
produksi pangan melalui metode-metode ekologi yang berbasis pada
keaneka-ragaman hayati sekaligus menentang paten atas kehidupan serta perubahan
genetika tanaman dan ternak.
Setiap negara harus memiliki program produksi pangan. Programnya
yang terpokok adalah memecahkan masalah demokrasi ekonomi dan keberkelanjutan
produksi pangan itu sendiri. Program-program ini harus mampu mengurangi
penindasan dan penghisapan serta harus mendorong kolektifisme (kerjasama,penj).
Pembaruan agraria sejati menjawab kebutuhan kaum tani yang tidak
bertanah dengan membagikan tanah kepada mereka secara gratis, menjamin
distribusi menyeluruh atas sumberdaya produksi serta menguatkan kemampuan
produksinya.
Program-program pembaruan perikanan dan kehutanan memberi
prioritas pada keperluan dalam negeri dan mendorong pengembangan lokal dataran
tinggi dan komuntas-komunitas memancing; mendorong akses efektif atas
sumberdaya laut, hutan, dan padang pengembalaan.
Harus ada perlindungan dan promosi atas hak dan kesejahteraan
pekerja, ketentuan atas pekerjaan yang bermartabat, upah yang adil serta
keselamatan kerja. Kerja kontrak yang memperbudak serta praktek peribaan harus
dibasmi. Hakhak serikat buruh harus ditegakkan untuk memperbaiki kondisi kerja
dan upah yang mencukupi untuk hidup (living wages).
Harus ada pembangunan yang tepat dan pro-rakyat; teknologi
berbasis pada keanekaragaman hayati; menghentikan penggunaan pestisida serta
melarang tanaman rekayasa genetika.
Program produksi tanaman atau sektor pangan khusus harus dapat memastikan
tercukupinya kebutuhan sektor marjinal dengan tepat, dijamin ketersediaannya, mudah dijangkau,
serta dapat dikembangkan.
Promosi industri pengolahan pangan harus memberikan perlakuan
istimewa kepada perusahaan-perusahaan pengolahan pangan berskala kecil (perusahaan
dalam negeri,penj) sehingga secara sistematis perusahaan-perusahaan
tersebut tersebut sedikit berada di atas perusahaan asing di dalam persaingan (paling
tidak menang tipis atas perusahaan asing,penj).
Regulasi perdagangan dan investasi dalam lapangan pertanian dan
pangan harus dapat menangani kompetisi perusahaan asing yang tidak adil
terutama dalam bidang pokok yaitu produksi pertanian dan pangan.
Distribusi
Pangan
Distribusi pangan harus disesuaikan dengan kehidupan ekonomi dan
budaya rakyat. Distribusi pangan juga harus mempertimbangkan masalah
pendapatan. Demokrasi ekonomi dalam distribusi pangan sangat sulit diterapkan,
karena itu konsultasi dan partisipasi harus diadakan sebagai sebuah kebijakan
dalam distribusi pangan.
Program-program pangan harus berbasis pada komunitas yang ditopang
oleh program distribusi pangan nasional yang pro-aktif serta berpihak pada
rakyat. Pemerintah harus menjamin ketersediaan pangan yang cukup melalui usaha
yang efesien mendapatkan pangan dari dalam negeri.
Program distribusi pangan harus memastikan terjangkaunya harga
semua jenis pangan pokok karena itu harus ada kontrol yang efektif atas harga.
Program ini juga harus menyediakan kebutuhan pokok bagi rakyat miskin dan
marjinal secara gratis atau bersubsidi.
Tindakan
mengatur perdagangan dan investasi harus dapat mencegah kontrol maupun monopoli
korporasi atas pembiayaan. Regulasi perdagangan dan investasi adalah alat untuk
mendorong dan melindungi pasar dan produser pangan utama di dalam negeri.
Kesehatan Dan Gizi
Kedaulatan pangan merupakan pusaran perjuangan untuk mengenyahkan
kelaparan dan kekurangan gizi. Prinsip kesehatan dan gizi yang utama adalah
memastikan agar pangan dan makanan yang dikonsumsi rakyat aman untuk dimakan.
Perhatian khsusus harus diberikan kepada sektor-sektor yang rentan seperti kaum
perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia. Sektor ini menderita kemiskinan
dan kelaparan berkali-kali lipat dibandingkan sektor lainnya akibat
diskriminasi jender dan masih terbatasnya hak-hak ekonomi dan politiknya.
Program utamanya adalah: program gizi yang pro-aktif serta
berpihak pada rakyat yang fokus pada wilayah dan sektor paling miskin dalam
masyarakat; memastikan air minum gratis untuk setiap komunitas dan rumah
tangga; membuat regulasi dan promosi pangan yang betul-betul aman dan
melindungi rakyat. Pengaturan semacam ini tidak dimaksudkan untuk membatasi hak
rakyat dan dengan sengaja memberikan keuntungan untuk korporasi-korporasi.
Bantuan Pangan
Bantuan pangan harus berifat pro-aktif dan pro-rakyat. Ia tidak
boleh disangkut pautkan dengan agenda ekonomi maupun politik, akan tetapi
benar-benar untuk membantu daerah bencana dengan mekanisme pengaturan yang
pro-aktif terlebih bagi komunitas yang terserang kemiskinan atau bencana. Pangan
tidak boleh dipergunakan sebagai alat untuk berkuasa atau instrumen untuk
kepentingan perang.
Bantuan
dan kerja sama pangan internasional harus mendukung kebijakan yang mengutamakan
upaya memenuhi kebutuhan atas dasar produksi pangan sendiri dan pembangunan
serta tidak digunakan sebagai topeng untuk melakukan dumping. Bantuan
tidak boleh dijadikan jalan untuk memperkuat kontrol TNC’s terhadap pasar dalam
negeri.
Kegiatan
dan tema-tema diskusi yang dianjurkan
Poin-Poin
diskusi
Program pangan: kesalahan dan kesenjangan. Membedah keberadaan
program pangan pemerintah. Dari analisis bersama ini, rumuskan paling tidak
lima rekomendasi kebijakan mendesak dan dapar dilakukan berdasarkan pada konsep
kedaulatan pangan.
Kegiatan
Di bawah ini ada sebuah matrik di mana fasilitator dan peserta
dapat mencatat secara detil perbedaan watak antara konsep kebijakan dalam
bidang pertanian dan pangan yang sedang berjalan dengan konsep kedaulatan
pangan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyoroti langkah kebijakan yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan. Fasilitator juga dapat menambahkan persoalan dalam kolom
pertama, baris pertama diisi untuk mengawali kegiatan tersebut.
Konsep kebijakan yang sedang berlangsung versus konsep Kedaulatan
Pangan Kegiatan
Masalah
|
Kerangka
Kerja Kebijakan yang sedang berlangsung
|
Kerangka
Kerja Kedaulatan Pangan
|
Prioritas
produksi
|
Tanaman
untuk ekspor
|
Pangan
untuk konsumsi dalam negeri, untuk tujuan self sufficiency
|
Pembaruan
Agraria
|
|
|
Harga
hasil panen
|
|
|
Teknologi
|
|
|
Perdagangan
|
|
|
Investasi
|
|
|
Harga
Pangan
|
|
|
Keamanan
pangan
|
|
|
Bantuan
pangan
|
|
|
Triad (tiga
serangkai, penj)—Mintalah
kepada peserta untuk mengidentifikasi lima atau lebih persoalan khusus
pertanian dan pangan (semisal bibit yang mahal) dan daftarkan hal tersebut pada
papan tulis. Bagi peserta ke dalam kelompok yang masing-masing beranggotakan
tiga orang. Serahkan kepada setiap kelompok satu daftar masalah dan minta
mereka untuk mendiskusikan di dalam kelompoknya masing-masing bagaimana
kedaulatan pangan memecahkan masalah tersebut. Minta kepada setiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya. Mereka dapat mempresentasikan hal tersebut
secara kreatif jika waktu mencukupi.
Referensi
dan bahan bacaan lanjutan Dokumen
Tujan,
Antonio Jr. “Component of Food Sovereignty Platform and Program
Implementation.” Training on Food Sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September
2005
Pesticide
Action Network Asia and the Pasific and IBON Foundation.Inc, 2002
“Convention
|
on
|
Food
|
Sovereignty:
|
A
|
Discussion
|
Paper.”
|
Available
|
at
|
|||||
http://www.panap.net/docs/campaign/conventiononsov.pdf
|
|
|
|||||||||||
The
|
People’s
|
Convention
|
on
|
Food
|
Sovereignty.
|
Available
|
at
|
||||||
http://www.aprnet.org/index.php?a=show&t=conferences&c=Asia-
|
|
|
|||||||||||
Pasific%20Peoples%20Convention%20on%20Food%20Sovereignty&i=18. Also printed in People’s Caravan 2004 for Food
Sovereignty Proceedings. Pesticide Action Network Asia and the Pasific,
February 2005
Websites
Pesticide Action Network Asia and the Pasific, http://www.panap.net
Asia Pasific Research Network, http://www.aprnet.org
Modul 3 Advokasi Kebijakan Untuk Kedaulatan
Rakyat Atas Pangan
Tujuan:
1.
1.
Memberikan gambaran mengenai
advokasi rakyat untuk kedaulatan pangan.
2.
2.
Mendiskusikan kegiatan advokasi
tingkat lokal, nasional dan internasional serta membahas secara mendalam
unsur-unsur advokasi kebijakan kedaulatan pangan yang berhasil diterapkan.
Durasi: 3 jam
I. Advokasi kedaulatan pangan di tingkat lokal, nasional dan
internasional
Luasnya cakupan kedaulatan pangan secara tidak langsung memerlukan
stategi yang memadai untuk mewujudkannya. Setidaknya, apa pun ajuan kebijakan
yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan serta pembangunan
penghidupan yang berkelanjutan harus secara efektif memecahkan pangkal
persoalan, yang sangat bergantung pada proses pembuatan kebijakan tingkat
nasional maupun internasional. Dewasa ini, perbedaan antara kebijakan nasional
dan internasional sudah semakin samar, sejak kekuatan-kekuatan internasional
memiliki pengaruh besar dalam pembuatan kebijakan nasional tertentu di sejumlah
negara.
Kedaulatan pangan membuka sebuah wacana politik untuk menekankan
pentingnya prinsip menentukan nasibnya sendiri (self-determination) dan
percaya pada kemampuan sendiri (self-reliance) bagi komunitas lokal
dalam menemukan solusi persoalan-persoalan lokal. Dengan demikian, ajuan-ajuan
kebijakan dalam konsep kedaulatan pangan memerlukan perubahan-perubahan yang
luas dalam kebijakan pertanian dan perdagangan yang berlaku dewasa ini, seperti
pengurangan secara radikal atau dirubahnya secara menyeluruh kekuasaan
institusiinstitusi dan berbagai perjanjian internasional.
Jelas kiranya bahwa kerja advokasi untuk mencapai kedaulatan
pangan harus memahami situasi lokal, nasional, maupun internasional. Di
tingkatan lokal, advokasi kedaulatan pangan harus ditempatkan pada konteks
persoalan-persoalan pangan dan penghidupan yang dihadapi oleh rakyat
sehari-hari dan mengajukan pilihan kebijakan yang dapat menggalang dukungan
rakyat. Tujuan utamanya adalah menampilkan secara nyata bagaimana perhatian
yang ditunjukkan oleh komunitas dalam konsep kedaulatan pangan.
Di tingkat nasional, advokasi berusaha menarik imbangan kekuatan
dari berbagai sektor yang berbeda: Kaum tani; pekerja pertanian; nelayan
tradisional; suku bangsa asli; kaum perempuan dan lain sebagainya untuk
menyokong program nasional mewujudkan kedaulatan pangan. Konsep kedaulatan
pangan tingkat nasional meliputi diantaranya program landreform mengenai
persoalan agraria, air serta ladang penggembalaan; program produksi pangan;
program pengembangan agroekologi dalam produksi pangan; program distribusi
pangan; regulasi perdagangan dan investasi; pendapatan dan mata pencarian.
Program nasional berperan sebagai sebuah platform mengkampanyekan advokasi
serta kerja membangun aliansi. Ajuanajuan kebijakan untuk persoalan khusus
(seperti, akses terhadap benih, penumpukan produk pertanian serta bahaya
pestisida) terhadap kedaulatan pangan harus dirancang dan dipresentasikan di
hadapan pembuat kebijakan untuk memancing aksi dan debat legislatif.
Konvensi rakyat mengenai kedaulatan pangan merupakan dokumen yang
secara politik menentang otoritas nasional maupun global. Inisiatif dari
konvensi rakyat internasional ini berbeda jauh dengan konvensi formal-resmi
yang ditanda-tangani oleh pemerintah yang
selalu gagal diterapkan. Kekuatan rakyat adalah pemrakarsa utama dari
konvensi ini serta mendapatkan pengakuan secara langsung dari rakyat seluruh
dunia.
Konvensi tersebut melahirkan unsur-unsur kedaulatan pangan yang
berhadaphadapan secara langsung dengan kekuasaan korporasi dalam sektor
pertanian dan pangan maupun instrumen globalisasi neoliberal seperti IMF, Bank
Dunia dan WTO. Semakin lama semakin banyak gerakan sosial di dunia yang
mendukung kedaulatan pangan. Advokasi kedaulatan pangan meningkatkan tekanan
untuk perubahan mendasar dalam kebijakan global.
II. Persoalan Pokok dan Sasaran Kampanye
Sejak tahun 1980-an, kebijakan penyesuaian struktural (Structural
Adjustment policies) yang dipaksakan oleh IMF dan Bank Dunia telah
diterapkan oleh mayoritas negerinegeri terbelakang. Dalam lapangan pertanian
dan pangan, kebijakannya berkisar pada apa yang oleh Bank Dunia dijuluki
sebagai paket kebijakan “ketahanan pangan berbasis pada perdagangan” (trade
based food security). Melalui prasyarat-prasyarat yang yang memboncengi
utang luar negeri, IMF dan Bank Dunia memaksa negerinegeri tersebut untuk
membuka pasar pertaniannya bagi produk impor yang murah. Institusi finansial
internasional lainnya seperti Asian Development Bank (ADB) juga memiliki
instrumen utama sendiri mendukung pengimplementasian kebijakan neoliberal dalam pertanian dan
pangan. Demikian juga dengan agensi-agensi di bawah PBB seperti FAO dan UNDP,
mereka menyetujui konsep “ketahanan pangan berbasis perdagangan” yang didorong
oleh lembaga-lembaga finans internasional.
Advokasi kebijakan untuk kedaulatan pangan harus menuntut
dihentikannya segala persyaratan program penyesuaian struktural termasuk apa yang disebut
sebagai Dokumen Strategi Pengurangan Kemiskinan (Poverty Reduction strategy
Papers) yang mendorong reform-reform ala neoliberal, yang pada akhirnya
hanya untuk memaksimalkan keuntungan korporasi-korporasi sembari mengecam
subsidisubsidi negara terhadap produser kecil sebagai tindakan yang
menghancurkan serta menuntut privatisasi. Sementara itu badan-badan PBB harus
ditekan untuk menghentikan dukungannya terhadap ketahanan pangan berbasis pada
perdagangan neoliberal dan mendukung serta menorong kedaulatan pangan.
Mekanisme “Perdagangan bebas”
Di bawah pengaruh WTO, kebijakan perdagangan telah menjadi
perjanjian nasional yang mengikat yang harus dipatuhi bila tidak, maka harus bersiap-siap mendapat sanksi
melalui mekanisme penyelesaian sengketa. Aturan-aturan kebijakan perdagangan
ini memberi pengaruh pada sektor pertanian dan pangan seperti aturanaturan
keramat yang dibuat WTO dalam Agreement on Agriculture-AoA. Perjanjian
tersebut daya rusaknya sungguh luar biasa terhadap kedaulatan rakyat atas
pangan, ia tidak hanya mendiktekan jumlah tarif akan tetapi juga mempersempit
ruang bagi kebijakan nasional. Aturan-aturan WTO membawa pengaruh yang luas
terhadap tindakan dan kebijakan nasional. Dari regulasi keamanan pangan hingga
perlindungan kekayaan intelektual, dari subsidi-subsidi pertanian hingga
talangan harga pangan untuk kebutuhan pokok.
Liberalisasi pertanian melalui WTO dan perjanjian-perjanjian
perdagangan bebas lainnya mamaksa para produser kecil dan menengah di
negeri-negeri terbelakang berhadap-hadapan dengan pesaingnya di dalam
persaingan langsung di dalam pasar dunia melawan para pesaingnya. Para produser di negara
miskin dengan akses yang sangat terbatas pada sarana produksi seperti tanah dan
air, benih dan bibit hewan ternak bertarung melawan usaha pertanian bersubsidiberskala
besar dari negeri-negeri maju. Sebagai contoh, Perjanjian Perdagangan bebas
Amerika Utara (NAFTA), kekuatan produser jagung tradisional di Mexico, yang
secara tipikal mengolah empat hektar tanah pertanian setiap orangnya harus
bersaing dengan pertanian bersubsidi seluas 1000 hektar di Amerika Serikat.
Karena itu, kedaulatan pangan menuntut WTO harus segera angkat
kaki dari semua aspek sistem pertanian dan pangan. Ia harus digantikan dengan
sistem perdagangan multilateral yang baru berbasis pada perdagangan yang adil
dan kedaulatan rakyat atas pangan. Sebaliknya, perjanjian-perjanjian
perdagangan dan investasi regional dan bilateral yang berdasarkan pada aturan
WTO harus dibongkar. Para aktivis kedaulatan pangan juga harus mengawasi dan
mengagalkan ajuan dan negosiasi mengenai liberalisasi perdagangan dan investasi
yang sedang berlangsung.
Pertanian Korporasi
Liberalisasi pertanian telah mengakibatkan terkonsolidasikannya
tanah pertanian dan segenap sumberdaya di tangan para tuan tanah besar,
pengusaha agribisnis dan berbagai wujud usaha komersial besar lainnya.
Perusahaan transnasional (TNCs) juga melakukan perluasan kontrol atas bagian
lainnya dari sistem pangan, pasar, dan produksi pangan global. Merger dan
akuisisi berlangsung dengan cara paling
barbar di dalam sektor hulu, industri olahan dan perdagangan
pangan.
Sejumlah perusahaan benih misalnya telah dibeli oleh perusahaan
kimia-pertanian (agrochemical companies). Sistem hak kepemilikan
intelektual menyediakan hak-hak istimewa untuk melakukan monopoli atas apa yang
menjadi milik masyarakat luas (umum,penj) sehingga mempermudah mereka
memegang kekuasaan atas bahan genetika dan bentuk-bentuk kehidupan seperti
benih dan bibit hewan ternak. Sistem ini melarang pertukaran bebas benih dan
bibit hewan ternak maupun sebaliknya mengijinkan perusahaan-perusahaan merampas
begitu saja pengetahuan para petani.
Sementara itu, dalam
perdagangan pangan transaksi gandum dan kacang kedelai secara global dikuasai
oleh hanya beberapa perusahaan transnasional (TNC’s). Hal yang sama juga
terjadi pada komoditi lain seperti pada beberapa tanaman tropis ekspor yaitu
pisang, nanas, kopi, coklat dan lain sebagainya. TNCs juga telah meningkatkan
kontrol dan dominasinya atas industri olahan dan ritel pangan. Petani kecil
tidak saja kehilangan kontrol atas lahan pertanian, sarana dan proses
produksinya tetapi juga kehilangan kontrol atas harga hasil panennya beserta
aturanaturan dagangnya sendiri.
Dalam advokasi kedaulatan pangan harus ditekankan bahwa Kebijakan
perdagangan nasional dan internasional harus membongkar kartel internasional
dan menghancurkan monopoli TNC’s yang mempraktekkan manipulasi harga produk
internasional serta komoditas pangan.
III. Unsur-unsur advokasi kebijakan untuk kedaulatan pangan
Pendidikan dan Jaringan
Konvensi rakyat atas kedaulatan pangan selain menjadi sebuah instrumen politik juga harus menjadi alat
untuk mendidik rakyat tentang kedaulatan pangan. Dokumen tersebut harus
disebarkan secara luas serta secara resmi harus dipresentasikan di dalam
pertemuan-pertemuan dan juga untuk keperluan penggalangan dana. Program
nasional mengenai kedaulatan pangan juga harus dirancang untuk menjadi sebuah
platform politik untuk kepentingan kampanye dan pembangunan aliansi.
Bahan-bahan bacaan mengenai persoalan pertanian dan pangan serta
kebutuhan untuk kedaulatan pangan lainnya harus diproduksi dalam bentuk populer
untuk menjangkau kalangan yang lebih luas. Menyelenggarakan forum-forum atau
simposium juga sebuah cara yang efektif untuk mendidik rakyat, mengadakan debat
dan memperluas kerja sama-kerja sama.
LOBI
Dalam diskusi kebijakan mengenai pembaruan kebijakan pertanian dan
pangan, kedaulatan pangan harus menampilkan sebuah konsep alternatif. Berkaitan
dengan hal tersebut, penting untuk membuat sebuah kertas kerja untuk
lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif, yang mengartikulasikan
pendapat-pendapat untuk kedaulatan pangan serta menampilkan pembaruan kebijakan
yang praktis berdasarkan konsep kedaulatan pangan. Forum-forum legislatif
harus diorganisasikan untuk memudahkan interaksi dan debat dengan pembuat
kebijakan mengenai masalah pembaruan. Demikian juga penting untuk
mempengaruhi konsultasi dan dengar pendapat publik mengenai persoalan-persoalan
pertanian dan pangan.
Mobilisasi
Menggerakkan sektor yang berbeda, khususnya kaum tani, nelayan
tradisional, suku bangsa asli dan produser pangan lainnya maupun kelompok
konsumen diperlukan untuk melancarkan perlawanan terhadap kebijakan neoliberal
yang mempengaruhi sektor pertanian dan pangan. Tujuan utama dari mobilisasi
ini adalah menuntut perubahan atas kebijakan yang sedang diterapkan dan atau
untuk mengantisipasi ajuan lainnya.
Harus ada diskusi-diskusi
untuk membahas masalah advokasi dan kampanye terhadap WTO dan
organisasi-organisasi perdagangan lainnya, maupun advokasi dan lobi dengan
lembaga-lembaga PBB yang menangani masalah pertanian, pangan, tenaga kerja,
kesehatan, pestisida dan organisasi-organisasi lain yang bertalian. Ruang untuk
advokasi dan kampanye kedaulatan pangan lainnya di dalam arena internasional
harus ditelusuri.
Kegiatan dan tema diskusi
yang dianjurkan
Kegiatan:
Workshop:
Bagi peserta ke dalam tiga kelompok. Setiap kelompok harus
mengidentifikasikan dan menggambarkan dengan singkat satu persoalan
lokal/komunitas. Kelompok-kelompok tersebut harus merumuskan sebuah
proposal-usulan kebijakan (yaitu merevisi atau membongkar kebijakan yang sedang
berlangsung serta mendorong sebuah ajuan alternatif) berbasis pada kedaulatan
pangan. Kemudian memecahkan persoalan yang sudah dipilih dengan merancang
rencana advokasi kebijakan.
Rencana advokasi dalam ajuan tersebut harus mengidentifikasikan
sasaran-sasaran kunci (lokal/nasional/pembuat kebijakan/badan-badan pemerintah,
asing/institusi internasional, perusahaan-perusahaan) serta strategi-strategi
untuk unsur-unsur dari advokasi kebijakan yang berbeda-beda (pendidikan,
jaringan, lobi dan mobolisasi) di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Rencana-rencana advokasi
kebijakan tersebut akan dipresentasikan oleh setiap kelompok untuk dibahas dan
dinilai.
Referensi-Referensi dan Bacaan Lanjutan
Windfuhr, Michael and Jennie jonsen.2005. Food Sovereignty:
Towards democracy in localized food systems: Warwickshire: ITDG Publishing and
FIAN International.
Draft Framework for National Programme on Food Sovereignty.
Printed in People’s Caravan 2004 for Food Sovereignty Proceedings, Pesticide
Action Network Asia and the Pasific, February 2005.
Tujan, Antonio Jr. “Conceptual Issue on Food Sovereignty.”
Training on Food Sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September 2005
La Via Campesina. “The right to produce and access to land, Food
Sovereignty: A Future without Hunger.” Roma, Italy, November 2006.
Tujan, Antonio Jr. “Component of Food Sovereignty Platform and
Program Implementation.” Training on Food Sovereignty, Kolkata, India, 19-21
September 2005
Winfuhr, Michael and Jennie Jonsen, 2005, Food Sovereignty:
Towards democracy in localized food systems. Warwickshire: ITDG Publishing and
FIAN
The
People’s Convention on Food Sovereignty. Available at
http://www.aprnet.org/index.php?a=show&t=conferences&c=Asia-Pasific%20Peoples%
20Convention%20on%20Food%20Sovereignty&i=18. Also printed in People’s
Caravan 2004 for Food Sovereignty Proceedings. Pesticide Action Network Asia
and the Pasific, February 2005
Sape,
Gilbert. “Advocacy Campaigning for People’s Food Sovereignty, Training on Food
sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September 2005.
Modul 4 Pelajaran Pilihan Mengenai Advokasi
Tujuan:
Pelajaran pendek ini untuk mereka yang memiliki pengalaman
terbatas dalam kerja advokasi dan bagi mereka yang ingin mengetahui dasar-dasar
dan memperoleh tip-tip tentang kerja advokasi yang efektif. (lebih baik
pelajaran ini diberikan sebelum Modul 3)
Waktu: 1 jam
Apa itu advokasi?
Advokasi adalah tindakan atau proses membela sebuah perkara.
Mengajak orang untuk bertindak dengan mengajukan saran-saran, memberikan
dukungan, menentang, atau mempertahankan gagasan-gagasan.
Advokasi kebijakan
Advokasi kebijakan adalah usaha untuk memenangkan aspirasi atau
kehendak publik dalam sebuah kebijakan dengan berbagai strategi dan taktik yang
terorganisir. intinya, memperjuangkan agar tuntutan rakyat mendapat tempat di
dalam sistem serta menciptakan ruang untuk diskusi publik.
Advokasi kebijakan melibatkan pihak-pihak yang mendapat dampak
kebijakan, menentang kebijakan yang sedang berlaku serta menawarkan sejumlah alternatif.
Sasaran utama dari advokasi kebijakan adalah: 1) Legislatif, 2) Eksekutif, 3)
Lembagalembaga regulator, 4) Peradilan.
Perbedaan antara advokasi dengan kampanye
gerakan massa
Capaian advokasi kebijakan adalah merubah kebijakan-kebijakan yang
sedang berjalan atau mengantisipasi ajuan kebijakan lainnya sembari mengajukan
alternatif kebijakan. Sementara itu, kampanye gerakan massa memiliki skup yang
lebih luas yaitu memecahkan persoalan-persoalan di luar hukum dan kebijakan
semata (tidak bergantung pada hukum dan kebijakan yang berlaku, penj).
Kebijakan advokasi dapat menjadi bagian dari kampanye gerakan massa untuk
persoalan-persoalan tertentu.
Kenapa
Advokasi
. Untuk melahirkan kebijakan dan keadaan
lingkungan yang kondusif untuk
pencapaian sasaran dan
tujuan tertentu. . Untuk menghasilkan dukungan dan suberdaya tambahan. . Untuk menyediakan
mekanisme bagi rakyat agar dapat terlibat dan
berpartisipasi dalam
proses pembangunan . Untuk mewujudkan pemberdayaan rakyat dengan menyediakan jalan yang
dengannya seseorang dapat
membentuk dan mengekspresikan pandangan
serta pendapatnya.
. Untuk memastikan sebuah
program agar lebih berpihak pada rakyat.
Tujuan Advokasi
Tujuan jangka pendek:
. Untuk merombak hukum
maupun regulasi
. Untuk memperoleh posisi
politik secara relatif
. Untuk meningkatkan
perhatian rakyat atas sebuah persoalan
. Untuk mendapatkan tambahan
pengalaman dan kekuatan internal
Tujuan
jangka panjang
. Untuk mempengaruhi
perubahan-perubahan secara berangsur-angsur di
dalam lembaga
sosial
. Untuk
mendapatkan posisi politik dan media yang lebih baik untuk perubahan
sosial.
. Meningkatkan kesadaran kritis rakyat untuk perubahan sosial
. Untuk membangun anasir-anasir demokrasi
. Meningkatkan kesadaran kritis rakyat untuk perubahan sosial
. Untuk membangun anasir-anasir demokrasi
Lima Langkah Pokok dalam Kerja Advokasi
1) Mengidentifikasi
sasaran advokasi
. Pejabat pemerintah
. Stakeholder proyek
. Organisasi atau institusi
lain
. Rakyat biasa atau anggota
masyarakat biasa
. Media
2) Memutuskan media yang
tepat digunakan untuk menjangkau sasaran.
Setiap orang memiliki prioritas yang berbeda-beda. Mereka memiliki
agenda sendiri, tujuan-tujuan dan nilai-nilai, yang berarti juga mereka akan
terkesan dengan hal yang berbeda-beda.
3) Membangun pesan yang
jelas yang mereka mengerti
Agar efektif, anda perlu mengidentifikasikan faktor utama yang
dapat meyakinkan (persuasive factors) kalangan tersebut agar mengikuti
pandanga andan. Ini akan membantu anda merancang sebuah pesan yang meyakinkan.
Rencanakan kampanye advokasi dengan baik dan pilihlah media yang lebih cocok
untuk kerja tersebut.
4) Rebut hati dan
pikirannya
Adalah kunci untuk menghadapi kalangan tertentu dengan memberi
perhatian pada nilai-nilai yang mendasari kepentingan dan perhatiannya.
5) Mengubah atau
membetulkan paradigmanya
Meyakinkan sasaran anda
agar bersedia mendukung gagasan atau atau sebuah masalah, bisa jadi akan
memakan waktu yang lama dan melalui proses yang sulit. Sabar, kreatif, giat
serta jujur sangat dibutuhkan sebab anda meminta orang untuk merubah pandangan
mereka yang telah dipegang teguh sepanjang hidupnya.
Strategi-Strategi
Dalam Advokasi
1)
Pendidikan
. Penelitian dan
publikasi-publikasi
. Berhubungan dengan organisasi-organisasi yang berbasis komunitas
. Sesi forum dan pendidikan
. Berhubungan dengan organisasi-organisasi yang berbasis komunitas
. Sesi forum dan pendidikan
2) Proyeksi media
3)
Lobi
. Menjalin hubungan dengan anggota parlemen dan
pejabat pemerintah yang
simpatik
dan berbagi masalah organisasi
. Dialog-dialog
. Berpartisipasi dalam forum curah pendapat
. Dialog-dialog
. Berpartisipasi dalam forum curah pendapat
4)
jaringan
. Membangun hubungan secara personal maupun
organisasi . Tukar
menukar publikasi dan hasil penelitian . Mengumpulkan sumberdaya bersama untuk
mendapatkan pengaruh yang
lebih besar
5)
Aksi-aksi rakyat
. Negosiasi
. Aksi-aksi protes
. Aksi-aksi protes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar