Jumat, September 14, 2012

Modul tentang Kedaulatan Pangan

Panduan Pelatihan tentang Kedaulatan Pangan


Aliansi Gerakan Reforma Agraria – People Coalition on Food Sovereignty – Pesticide
Action Network Asia Pacific


Editor Utama
Antonio Tujan Jr., Asia Pasific Research Network (APRN)

Penulis
Jennifer del Rosario-Malonzo
Ibon Foundation, Inc

Koordinator Proyek
Gilbert M.Sape
Food Sovereignty and Ecological Agriculture Programme of Pesticide Action Network Asiaand
the Pasific (PAN AP)

Tata letak, Ilustrasi dan Desain Sampul
Mike Santiago

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
Subhan A. Hamid

Dicetak oleh
Jutaprint, Penang

April 2007, Edisi Pertama

Dicetak dan dipublikasikan di Malaysia oleh:
Pesticide Action Network Asia and the Pasific (PAN AP)

P.O. Box 1170, 10850 Penang, Malaysia Tel: (604) 6570271/6560381 Fax: (604) 6583960 Email: panap@panap.net URL:WWW.panap.net
Terbitan ini dapat dipergunakan secara bebas oleh siapa saja senyampang Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan-People’s Coalition on Food Sovereignty (PCFS) dicantumkan sebagai sumbernya. Komentar dan umpan balik dari anda sangat berharga dan kami sambut baik terutama masukan tentang bagaimana mengembangkan modul-modul ini.
Diperbanyak oleh Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)
Daftar Isi
Pengantar Pendahuluan Catatan untuk Fasilitator
Modul 1
:
Memahami Kedaulatan Pangan ………………..
Modul 2
:
Kedaulatan Pangan sebagai sebuah Kerangka


Kebijakan
dalam
Pertanian,
Produksi
dan


Distribusi Pangan ………………………………...
Modul 3
:
Advokasi Kebijakan untuk
 Kedaulatan
 Pangan


…………………………………………….
Modul 4
:
Pelajaran Pilihan mengenai Advokasi…………










KATA PENGANTAR

Jutaan orang di seluruh dunia hidup dalam deraan Kelaparan dan kemiskinan kronis yang tidak teratasi. Data terkini menunjukkan bahwa di Asia saja lebih dari 500 juta rakyat menderita kelaparan kronis, hal ini terutama menimpa anak-anak dan perempuan.
Seruan Kedaulatan rakyat atas pangan mendapat respon luar biasa dari gerakan­gerakan tani di seluruh belahan dunia sebab seruan ini menyentuh inti persoalan sesungguhnya yaitu masa depan produksi pangan bagi  komunitas-komunitas. Juga sebagai sebuah respon langsung terhadap ancaman globalisasi pada kedaulatan pangan. 
Untuk mendukung seruan tersebut, PAN AP bersama-sama dengan gerakan-gerakan rakyat dan LSM-LSM pendukung lainnya di Asia berada di barisan depan dalam mengembangkan rekomendasi kebijakan yang nyata mengenai kedaulatan pangan. Salah satu tujuan utama kita adalah memperkuat gerakan-gerakan rakyat untuk membasmi kelaparan dan mewujudkan kedaulatan pangan.
Meskipun begitu, bahan-bahan tertulis mengenai kedaulatan pangan masih sangat terbatas. Karenanya, penerbitan modul ini hanyalah sumbangan kecil untuk pengembangan bahan bacaan atas isu penting ini lebih lanjut.
The People’s Coalition on Food Sovereignty (PCFS), di mana PAN AP mendapat kehormatan menjadi tuan rumahnya, merupakan salah satu jaringan terdepan yang ambil bagian dalam memajukan kedaulatan pangan. Modul ini merupakan hasil kerja koalisi ini selama bertahun-tahun. Setelah sebelumnya menerbitkan sebuah seri terbitan. Bengkel kerja (workshop), pertemuan-pertemuan strategi, konferensi, pawai dan debat tentang kedaulatan pangan juga telah diselenggarakan berkat kerja sama semua anggota koalisi.
Salah-satu kegiatan tersebut adalah pelatihan untuk pelatih mengenai kedaulatan pangan yang diselenggarakan bersama-sama oleh anggota Asia Pasific Research Network (APRN), PAN AP dan PCFS. Pelatihan ini dieselenggarakan di Kolkata, India, pada Bulan September 2004,  dengan tuan rumah Institute for Motivating Self Employment (IMSE, India) serta dihadiri oleh berbagai pemimpin gerakan rakyat dan LSM-LSM pendukung di Asia yang telah ambil bagian dalam persoalan kedaulatan pangan dengan berbagai cara.
Rancangan modul telah disiapkan secara khusus oleh para pelatih untuk kegiatan pelatihan. Modul ini telah dipresentasikan kepada para peserta dalam sebuah program tiga-harian. Diskusi-diskusi yang kaya dan debat-debat yang semarak selama pelatihan telah didokumentasikan dan digunakan sebagai data utama dalam mempersiapkan modul ini. Masukan dan saran yang berharga mereka adalah sumbangsih luar biasa dalam rangka penyelesaian modul-modul ini.
Mereka yang ambil bagian dalam tim pelatihan yang telah mempersiapkan dan mempresentasikan rancangan modul yaitu Antonio Tujan Jr.(APRN); Gilbert Sape (PAN AP); Marlou Abaja (APRN); dan pendokumentasian dilakukan oleh Kathryn Mangga (IBON). PCFS melalui IBON Foundation, mengembangkan modul lebih lanjut seperti yang disajikan dalam terbitan ini.
Besar harapan semoga modul-modul ini dapat dipergunakan oleh para aktivis untuk mempopulerkan gagasan kedaulatan pangan lebih lanjut, menggerakkan rakyat melalui program ini, serta mempertajam debat dan analisis mengenai kedaulatan pangan.
PCFS juga sedang merancang pelaksanakan pelatihan-pelatihan berikutnya dengan harapan dapat mengembangkan modul ini berdasarkan hasil dari inisiatif-inisiatif ini.
Sarojeni Rengam Executive Director PAN AP
Modul 1 Memahami Kedaulatan pangan 
Tujuan :
1.             1.         Menjelaskan konsep kedaulatan pangan dan konsep lain yang memiliki pertalian;
2.             2.         Memberikan sebuah gambaran terhadap persoalan-persoalan  penting sektor pertanian dan pangan dewasa ini; dan
3.             3.         Membahas keperluan mendesakkan kedaulatan pangan di tengah arus globalisasi.

Waktu : 3 Jam
I. Apa itu kedaulatan pangan?
Dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak atas pangan yang disusun oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB pada Bulan Februari 2004, kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak rakyat, komunitas-komunitas, dan negeri-negeri untuk menentukan sistem-sistem produksinya sendiri dalam lapangan pertanian, perikanan, pangan dan tanah, serta kebijakan-kebijakan lainnya yang secara ekologi, sosial, ekonomi dan kebudayaan sesuai dengan keadaan-keadaan khusus (keunikannya, penj) masing-masing.
Organisasi tani internasional La Via Campesina mendefinisikan kedaulatan pangan sebagai hak seluruh rakyat, bangsa dan negaranya untuk menentukan kebijakan petanian dan pangannya sendiri tanpa campur tangan negeri lain.
Konsep kedaulatan pangan telah berkembang sedemikian rupa melampaui konsep ketahanan pangan (food security,penj) yang lebih dikenal sebelumnya, yang hanya bertujuan untuk memastikan diproduksinya pangan dalam jumlah yang cukup dengan tidak memperdulikan macamnya, bagaimana, di mana dan seberapa besar skala produksi pangan tersebut. Kedaulatan pangan adalah interpretasi luas dari hak atas pangan, ia melampaui wacana tentang hak pada umumnya.  
Kedaulatan pangan adalah kebebasan dan kekuasaan rakyat serta komunitasnya untuk menuntut dan mewujudkan hak untuk mendapatkan dan memproduksi pangan (sendiri, penj) dan tindakan berlawan terhadap kekuasaan perusahaan­perusahaan serta kekuatan lainnya yang merusak sistem produksi pangan rakyat melalui perdagangan, investasi, serta alat dan kebijakan lainnya. 
Kedaulatan pangan menuntut hak rakyat atas pangan, yang menurut Food and Agriculture Organization (FAO) merupakan hak untuk memiliki pangan secara teratur, permanen dan bisa mendapatkannya secara bebas, baik secara cuma-uma maupun membeli dengan jumlah dan mutu yang mencukupi, serta cocok dengan tradisi-tadisi kebudayaan rakyat yang mengkonsumsinya. Menjamin pemenuhan hak rakyat untuk menjalani hidup yang bebas dari rasa takut dan bermartabat, baik secara fisik maupun mental, secara individu maupun kolektif.
Kenyataannya, kelaparan sebagai indikasi tindasan terhadap hak atas pangan masih berlangsung di mana-mana bahkan bertambah buruk saja. India adalah
negeri dengan jumlah penderita kelaparan tertinggi didunia, disusul oleh China. 60% dari total penderita kelaparan di seluruh dunia berada di Asia dan Pasifik, diikuti oleh negeri-negeri Sub-Sahara dan Afrika sebesar 24%, serta Amerika Latin dan Karibia 6% (lihat tabel). Setiap tahun orang yang menderita kelaparan bertambah 5,4 juta. Juga setiap tahunnya 36 juta rakyat mati karena kelaparan dan gizi buruk, baik secara langsung maupun tidak langsung. 
Dalam usaha mengatasi masalah kelaparan dan akses pangan, PBB melalui FAO memperkenalkan istilah “ketahanan pangan” dengan harapan adanya persediaan pangan setiap saat, semua orang dapat mengaksesnya dengan bebas dengan jumlah, mutu dan jenis nutrisi yang mencukupi serta dapat diterima secara budaya.
Konsep tersebut sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan sebuah negara untuk memproduksi dan mendistribusi pangan utama secara adil kepada rakyatnya. Juga mengabaikan kenyataan di mana semakin meluas dan limpah ruahnya ekspor produk pertanian murah serta bersubsidi tinggi ke negara-negara terbelakang. Praktek ini dibiarkan bahkan didorong atas nama perdagangan bebas yang disokong penuh oleh negara-negara maju. 
Hal ini tidaklah mengherankan sebab ketahanan pangan hanya sebatas pernyataan lembaga-lembaga pemerintah dan antar-pemerintah saja, sementara pelaksanaan dan tanggungjawab untuk mewujudkan ketahanan pangan telah didefinisikan kembali yaitu dialihkan dari urusan negara menjadi urusan pasar.  
Prinsip dan strategi neoliberal untuk mencapai tujuan ketahanan pangan ini dijalankan oleh institusi-institusi multilateral seperti International Monetary fund (IMF), World Bank (WB), dan World Trade Organization (WTO). Rekonseptualisasi ketahanan pangan ini pada akhirnya hanya menguntungkan negara-negara dan perusahaan-perusahaan yang paling kuat yang terlibat dalam perdagangan dan investasi pangan juga agribisnis. Kebijakan perdagangan neoliberal ini menekankan bahwa mengimpor pangan murah adalah jalan terbaik bagi negara-negara miskin untuk mencapai ketahanan pangan dari pada memproduksi pangannya sendiri. Bank Dunia bahkan menegaskan bahwa perdagangan bebas sangat penting bagi ketahanan pangan, dengannya pemanfaatan sumber daya di dunia lebih efesien.  
Perkembangan Konsep Ketahanan Pangan
Selama berlangsungnya World Food Summit pada tahun 1996, konsep kedaulatan pangan diajukan menjadi bahan perdebatan publik secara global dengan tujuan menyediakan jalan keluar alternatif (bagi kemiskinan dan kelaparan, penj) yang berlawan terhadap kebijakan neoliberal. Konsep ini dikembangkan untuk menemukan sebuah alternatif kebijakan berdasarkan hak rakyat atas pangan. Ini merupakan redefinisi rakyat sendiri terhadap ketahanan pangan yang telah gagal total dalam mengurangi kelaparan.
Dalam World Food Summit tahun 1996, delegasi-delegasi pemerintah menyatakan sekitar tahun 2015 kelaparan di bumi ini akan berkurang setengahnya. Akan tetapi data menunjukkan bahwa alih-alih mengalami penurunan, angka penderita kelaparan terus mengalami peningkatan. Sekalipun pernyataan pemerintah berbagai negara dan oraganisasi-organisasi PBB seperti FAO berusaha menutup-nutupi keadaan memprihatinkan ini. Globalisasi “neoliberal” telah menorehkan cacatan mengerikan di mana 105 dari 149 negara miskin dunia ketiga adalah pengimpor pangan bersih, ini berarti negara-negara tersebut tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk memproduksi pangannya sendiri.
Kebijakan-kebijakan neoliberal merusak kedaulatan pangan karena lebih mementingkan perdagangan internasional daripada hak-hak rakyat atas pangan.
Kaum tani dan gerakan rakyat di pedesaan lainnya telah membuktikan bahwa kebijakan-kebijakan neoliberal ini tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengurangi kelaparan di dunia.
Kebijakan-kebijakan ini justru hanya meningkatkan ketergantungan rakyat pada import agrikultural dan mengintensifkan peng-korporatisasian pertanian. Dengan demikian kebijakan tersebut telah menyebabkan kelestarian genetika alam, warisan lingkungan hidup serta  budaya berada dalam bahaya besar sekaligus mengancam kesehatan populasi dunia.
Sejak diperkenalkan konsep kedaulatan pangan telah menjadi isu utama dalam perdebatan dalam agenda pertanian internasionan begitu juga di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia telah menjadi bahasan utama dalam forum yang diselenggarakan oleh organisasi non-pemerintah (NGO) sebagai forum tandingan bagi World Food Summit Juni 2002. 
Tingkatan dan Konteks dari Kedaulatan Pangan 
Sekalipun kedaulatan pangan telah memiliki pengertian sebagai hak untuk menentukan kebijakan pertanian dan pangan, masih banyak dijumpai kebingungan dalam memahami kedaulatan pangan. Hal ini disebabkan karena istilah tersebut telah dipergunakan pada tingkatan pengertian dan konteks diskusi yang berbeda.
Kedaulatan pangan memiliki tingkatan-tingkatan dan konteks yang berbeda-beda:
1.             1.         Sebagai sebuah kaidah berbasis pada hak-hak asasi manusia 
2.             2.         Sebagai sebuah kaidah utama dalam pembangunan demokrasi rakyat
3.             3.         Sebagai sebuah kaidah dalam hubungan internasional untuk melawan imperialisme dan campur tangan asing.
4.             4.         Sebagai sebuah konsep kebijakan atau flatform untuk formulasi/debat kebijakan pertanian dan pangan
5.             5.         Sebagai konsep untuk beraliansi (kerjasama, pen) dan membangun solidaritas
6.             6.         Sebagai seperangkat kebijakan dengan tujuan-tujuan khusus dan 
7.             7.         Sebagai sebuah paket program-program sosial.  

Pangan sangat penting bagi kehidupan. Karenanya, hak atas pangan merupakan perluasan dari hak asasi manusia paling mendasar untuk hidup. Sebagai kaidah hak asasi manusia kedaulatan pangan menegaskan baik hak-hak individu maupun hak kolektif sekaligus mendorong pengejawantahan hak-hak tersebut. Senantiasa menegakkan hak rakyat menentukan nasibnya sendiri serta kebebasan rakyat menjalankan aksi secara mandiri menuntut hak-haknya.
Penegasan rakyat atas hak individu dan kolektifnya sendiri merupakan kedaulatan. Bagimanapun, kedaulatan pangan dalam kenyataannya berkembang
melampaui wacana hak-hak asasi manusia yang telah menjadi wacana elit semata. Inilah kenapa kata kedaulatan sengaja dipergunakan untuk menunjukkan bahwa konsep ini miliknya rakyat.
Kedaulatan rakyat atas pangan merupakan sebuah kaidah demokrasi sejati, yang berarti bahwa segala sesuatunya berasal dari rakyat. Ini merupakan sebuah platform yang membela kekuasaan rakyat dan segenap tuntutannya atas kedaulatan. Tuntutan kedaulatan pangan mendorong demokrasi sepanjang hal tersebut merupakan aspirasi massa.
Kedaulatan pangan memecahkan pertentangan antara hak-hak rakyat dengan apa yang dinamakan kekuatan pasar. Karenanya merupakan gerakan kebangsaan melawan imperialis sekaligus platform untuk melawan kebijakan-kebijakan neoliberal. Adalah seruan kepada rakyat di seluruh dunia agar bangkit melawan kepentingan imperialis yang dipaksakan oleh IMF, Bank Dunia, dan WTO yang didikte oleh kepentingan negara-negara adidaya dan perusahaan lintas-nasionalnya (TNCs).
Mengartikulasikan dan meluruskan perjuangan rakyat terhadap  kebijakan pangan dan pertanian adalah salah-satu tujuan dari perjuangan kedaulatan pangan. Pangan dan pertanian merupakan hak dasar, karenya pendekatan advokasi kebijakan harus berdasarkan pada kekuatan rakyat, yang mendukung perjuangan langsung dari kekuatan massa pokok. Kedaulatan pangan menuntut agar supaya kebijakan “perdagangan bebas” yang mengijinkan perusahaan-perusahaan memegang kendali atas pertanian dan pangan dibatalkan. Lembaga seperti WTO harus hengkang dari masalah pertanian dan pangan. Kedaulatan pangan juga bertujuan untuk menegakkan kebijakan yang memperkuat sektor pertanian lokal (melalui reforma agraria dan membuka akses terhadap air, benih dan kredit). Juga melindungi kaum tani dan konsumen (dari serbuan pangan murah impor serta produk rekayasa genetika yang sudah kelewatan).
Kedaulatan pangan juga merupakan konsep untuk membangun solidaritas dan kerja sama karena senantiasa mengusung kepentingan bersama berbagai sektor dalam masyarakat.
Promosi kedaulatan pangan sangat penting bagi semua warga sebuah negara. Utamanya bagi petani pemilik dan kaum tani, nelayan, pekerja serta kaum miskin kota yang mewakili para produser pangan massa pokok. Juga sektor khusus yang memegang peranan penting dalam kedaulatan pengan seperti kaum perempuan, suku bangsa asli/minoritas, ilmuan pertanian dan pangan serta gerakan konsumen.
Di samping itu kedaulatan pangan juga memiliki tujuan khusus (tujuan antara, penj) yaitu memecahkan masalah-masalah pertanian dan pangan yang sedang mengemuka dewasa ini. Hal ini berarti harus memikirkan dengan sungguh-sungguh dan mendorong penerapan kebijakan-kebijakan, hukum, regulasi-regulasi, dan ukuran-ukuran yang menjamin akses rakyat atas pangan serta sumber daya untuk memproduksi pangan, dan juga melindungi sektor pertanian serta sektor dasar dan marjinal lainnya.
Kebutuhan-kebutuhan berbeda dari setiap sektor harus dipertimbangkan. Program sosial dan ekonomi harus dirancang dan dipastikan sesuai dengan keadaan masing­masing sektor. Perhatian khusus harus diberikan kepada suku bangsa asli, kaum perempuan dan anak-anak. Mereka mengalami penderitaan berlipat-lipat di bawah penindasan dan diskriminasi patriarkal di bawah sistem kapitalis burjuis yang saat ini sedang berkuasa.
II. Mengapa Kedaulatan Pangan Merupakan Sebuah Kebutuhan  
Kerusakan Produksi Pertanian dan Pangan
Sistem pangan dan pertanian global berada di bawah monopoli dan kekuasaan perusahaan-perusahaan raksasa yang berada dibalik upaya barbar memaksakan kebijakan ekonomi neoliberal dan perdagangan bebas.
Dengan berlakunya sistem tersebut, negeri-negeri terbelakang di mana mayoritas rakyat miskin dan kelaparan berada dipaksa untuk bergantung pada ekspor pertanian.
Pertanian sub-sisten berskala kecil dilukiskan sedemikian rupa sebagai usaha yang tidak efesien karenya harus disapu bersih melalui liberalisasi. Lahan besar yang sebelumnya diperuntukkan untuk tanaman pangan telah dikoversikan menjadi tanaman perkebunan atau untuk peruntukkan lainnya. Hal ini telah menghancurkan mata pencarian jutaan orang di pedesaan serta memperburuk wajah kemiskinan dan kelaparan yang telah berlangsung. Mendorong eksport dari perkebunan-perkebunan luas dikiranya sebagai jalan terbaik untuk menghasilkan alat pembayaran luar negeri (valuta asing,pen) yang dibutuhkan untuk mengimpor pangan.
Sebagai gambaran, Sri Lanka, setelah menerapkan liberalisasi pertanian, antara tahun 1985 hingga 1998 impor pangan naik dua kali lipat. Produksi dari daerah yang sebelumnya penghasil pangan menurun drastis  sementara harapan yang membumbung tinggi pada ekspor tidak kunjung nyata, yang terjadi justru semakin masifnya pengangguran di pedesaan.
Sementara itu, perusahaan agrochemical trans-nasional (TNCs) secara terus-menerus dan intensif mendorong penggunaan obat kimia—(dalam bidang pertanian, penj)— membuka pertanian monokultur berskala besar dan mempromosikan tanaman modifikasi genetika membuat para petani kian bergantung dan akan terus bergantung pada produknya.
Praktek pertanian yang diterapkan oleh para TNCs ini merusak tanah; mengancam pengetahuan dan praktek pertanian tradisional berkelanjutan yang akrab dengan lingkungan; serta menghalang-halangi pembaruan agraria sejati.
Ketika perdapatan kaum tani mengalami kemerosotan, baik karena tingginya biaya produksi di satu sisi dan melimpah-ruahnya impor secara yang memaksa jatuhnya harga produk lokal, harga konsumen justru bergerak naik. Gambaran ini menunjukkan fakta bahwa kekuatan utama di balik naiknya harga sarana-sarana pertanian dan turunnya harga komoditi pertanian yang juga menyebabkan tingginya harga pangan; adalah adanya kontrol secara monopoli dari perusahaan-perusahaan transnasional seperti Cargill, Monsanto, Nestle, dan sistem pangan dan pertanian lainnya.
Kebijakan-kebijakan globalisasi telah dijadikan syarat utang oleh institusi keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, ADB dan lain-lain kepada negara-negara yang kekurangan dana yang mengajukan utang kepada lembaga tersebut. Contohnya, pada tahun 1990-an, industri beras Haiti mengalami kehancuran setelah guyuran gelombang besar-besaran beras Amerika Serikat yang bersubsidi besar atas desakan
dari IMF dan Bank Dunia. Saat ini Haiti terpaksa mengimpor sejumlah 312.006 metrik ton setiap tahunnya.
Sementara itu, WTO, perjanjian-perjanjian regional dan bilateral telah mengijinkan TNCs untuk mendominasi dan memegang kekuasaan atas pasar pertanian dan pangan. Kedaulatan pangan tidak menentang perdagangan, melainkan melawan diberikannya prioritas kepada pasar sebagai wasit (pengatur dan penentu,penj) kebijakan pertanian dan pangan. Akibat dari prioritas pada ekspor tersebut telah merusak swasembada pangan di tingkat lokal (dalam negeri, penj). Kenyataan telah telah membuktikan bahwa akses terhadap pasar internasional bukanlah solusi bagi kaum tani. Masalahnya terletak pada kurangnya akses terhadap pasar lokal mereka sendiri karena telah dibanjiri oleh produk-produk yang murah.
Negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa terus memasok milyaran dolar kepada industri pertaniannya agar supaya berharga murah kemudian membuang kelebihan produksinya ke pasar internasional menghancurkan mata pencarian petani skala kecil baik di belahan dunia selatan maupun utara. Sebagai contoh, gandum Inggris dijual dipasar dunia pada harga 70 poudsterling/ton pada saat itu harga rata-rata di pasaran 73 poudsterling/ton sedangkan biaya produksi sudah 113 Pounsterling/ton.
Kedaulatan pangan menolak dominasi paradigma pembangunan berdasar pada liberalisasi perdagangan dan investasi serta menolak hal tersebut digunakan sebagai pendekatan untuk memecahkan masalah kemiskinan dan kelaparan di pedesaan. Paradigma yang sebenarnya sejak awal telah menemui kegagalan karena cacat bawaan yang melekat padanya. Di bawah dominasi globalisasi, semakin lama semakin banyak rakyat yang jatuh mengapung dalam arus kemiskinan. Program pembangunan alternatif yang berkelanjutan sudah sangat mendesak, sebuah program yang akan dapat mengatasi masalah kelaparan dan kekurangan nutrisi, pembangunan pedesaan, tersedianya mata pencarian tetap dan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Menyokong Aspirasi Demokratis Rakyat atas Pertanian dan Pangan
Rakyat telah berjuang untuk membebaskan diri penindasan dan penghisapan imperialis dan feodal dalam rentang waktu yang panjang. Dalam sektor pertanian dan pangan kaum tani terus menggelorakan perjuangan untuk keadilan dan reforma agraria sejati. Mereka menuntut penguasaan kembali atas sarana produksi yang telah dirampas oleh perusahaan-perusahaan dan elit lokal. Rakyat juga telah berusaha mengembangkan teknologi dan pertanian yang cocok, aman, memperhatikan lingkungan hidup.
Tuntutan rakyat mengenai haknya atas pangan dan hak untuk memproduksi pangan tidak sekedar diakui akan tetapi harus dipenuhi. Hal ini berarti harus tersedia pangan yang cukup, bergizi, aman dan secara budaya dapat diterima; Komunitas-komunitas harus memiliki persediaan pangan yang cukup sepanjang waktu; serta harga bahan pangan terjangkau bagi seluruh rakyat. Juga harus tersedia pekerjaan dan mata pencarian dengan pendapatan yang memadai untuk mendapatkan pangan dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya.
Di samping itu, tuntutan rakyat atas produksi pertanian sangat tepat  agar mereka dapat berproduksi untuk mencukupi kebutuhan pangannya sendiri. Hal ini memerlukan perlindungan, subsidi dan berbagai bentuk dukungan lainnya dari pemerintah. Dalam pada itu, melimpah-ruahnya ekspor dari negara-negara industri maju harus dihentikan dan institusi-institusi seperti WTO harus menghentikan segala campur tangannya dalam bidang pertanian dan pangan. Gerakan kaum tani dan sektor-sektor lainnya terus menuntut agar WTO keluar dari urusan pertanian selama beberapa tahun belakangan ini.
Menuntut Tanggung Jawab Negara Dalam Mengimplementasikan Kedaulatan Pangan dan Menegakan Hak Rakyat atas Pangan
Adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk menegakkan, melindungi, dan menjamin agar rakyat dapat menikmati hak-haknya. Dan selanjutnya sudah menjadi tugas negara untuk menjamin terpenuhinya hak rakyatnya atas pangan. Sebab bagaimana pun kekuasaan demokratis yang dimiliki oleh pemerintah didirikan atas dasar hak dan kekuatan rakyat. Dalam urusan pertanian dan pangan, agar sebuah negeri dapat mencukupi kebutuhan pangannya sendiri ia harus mengimplementasikan kedaulatan rakyat atas pangan.
Sebuah negeri harus memiliki program dan kebijakan pangan yang tepat dan efektif untuk memenuhi hak rakyat dan sebagai cerminan dari kedaulatan pangan. Misalnya dengan mengetrapkan program-program dan kebijakan nasional untuk penyediaan, stok dan distribusi pangan agar dapat mencukupi kebutuhan pangannya dengan bersandar produksi negeri sendiri.
Kegiatan dan Tema Diskusi yang Dianjurkan  
Poin-Poin Diskusi
Ketahanan pangan dan persoalan-persoalan dalam menginterpretasikan atau mendefinisikan sebuah kebijakan ketahanan pangan.
Hak atas pangan: Apakah sudah tercermin dalam kebijakan nasional? Mendiskusikan kesenjangan antara kebijakan dan implementasinya.
Kegiatan: Workshop
Melakukan penilaian terhadap konsep kedaulatan pangan dengan menilai lembaga­lembaga pembuat kebijakan, kelompok-kelompok  yang terorganisir, organisasi­organisasi rakyat, LSM, masyarakat umum-awam serta media massa.
Bagi peserta ke dalam tiga grup untuk mendiskusikan tingkat penerimaan para pembuat kebijakan, kelompok-kelompok terorganisir, media massa dan masyarakat umu terhadap kedaulatan pangan. Dibawah ini adalah beberapa pertanyaan penuntun:
1.             1.         Apakah kedaulatan pangan sudah tampil dalam debat-debat kebijakan, kertas posisi, diskusi publik, dalam berita atau cerita utama? Apa saja masukan terhadap konsep kedaulatan pangan?
2.             2.         Apakah ada kelompok-kelompok yang mendorong kedaulatan pangan? Bagaimana mereka menjelaskan kedaulatan pangan dan apa reaksi yang mereka dapatkan?
3.             3.         Apakah sudah pernah menjelaskan konsep kedaulatan pangan ini kepada pembuat kebijakan (legislatif,penj) dan pejabat pemerintah urusan pertanian dan pangan? Bagaimana respon mereka?
4.             4.         Apakah konsep ini pernah didiskusikan di media? Dalam konteks apa? Apa saja komentar/pendapat yang menarik perhatian?

Simpulan-simpulan hasil diskusi harus dapat memberikan wawasan penting kepada peserta atas pandangan–pandangan dari kelompok yang berbeda-beda tentang kedaulatan pangan. Hal ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam merencanakan advokasi di kemudian hari.
Referensi Dan Bahan Bacaan Lebih Lanjut 
Dokumen:
La Via Campesina. “The right to produce and the access to land. Food Sovereingty: A future without Hunger.” Rome, Italy, November 1995.
“Profit for Few or Food for All: Revisited Five Years Later.” FAO World Food Summit-5 ½ years later. NGO/CSO Forum for Food Sovereignty, Rome, 8-13 Juni 2002.
La Via Campesina. “What is Food Sovereignty?” January 200, Available at http://www.un-ngls.org/UNCTAD What%20is%20food%20sovereignty.doc
“Statement on People’s Food Sovereignty: Our World is not for Sale, Priority to People’s Food Sovereignty.” Cancun, Mexico, September 2003
People’s Food Sovereignty Network Asia Pasific (now People’s Coalition on Food Sovereignty) and Pesticide Action Network Asia and the Pasific. Primer on Food Sovereignty.” November 2004. Available at http://www.foodsov.org/resources/food-sov-primer.pdf
Tujan, Antonio Jr. “Conceptual Issues on Food Sovereignty.” Training on Food Sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September 2005
“Component of Food Sovereignty Platform and Program Implementation.” Training on Food Sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September 2005
Windfuhr, Michael and Jennie Jonsen. 2005. Food Sovereignty: Towards democracy in localized food systems. Warwickshire: ITDG Publishing and FIAN-International.
IBON Databank and Research Center. 2005. WTO:Supreme Instrument for Neoliberal Globalization. Manila:IBON Books.
IBON Databank and Research Center, 2003, Privatization: Corporate Takeover of Government. Manila:IBON Books.
Websites:
People’s Coalition on Food Sovereignty
http://www.foodsov.org

People’s Food Sovereignty: The Agriculture and Trade Network.
http://www.people.sfoodsovereignty.org La Via Campesina. http://www.viacampesina.org
Module 2 Kedaulatan pangan sebagai konsep kebijakan produksi pertanian dan pangan serta distribusi
Tujuan:
1.             1.         Mendiskusikan kedaulatan pangan sebagai konsep kebijakan alternatif pertanian dan pangan
2.             2.         Menjelaskan secara rinci implementasi program kedaulatan pangan

Waktu: 3 jam
I.Kedaulatan pangan sebagai sebuah konsep kebijakan dalam produksi pertanian dan pangan
Kebijakan pertanian dan pangan harus bertujuan untuk mewujudkan produksi pangan yang dapat mencukupi kebutuhan sendiri melalui produsen pangan dalam negeri khususnya kaum tani, nelayan, komunitas asli, dan lain sebagainya. Memprioritaskan produksi pangan dalam negeri akan menambah pendapatan rakyat, sekaligus melawan pertanian dan perikanan korporasi yang berorientasi ekspor. Hal mana telah menyebabkan rakyat kehilangan pendapatan secara masif dan menyeret rakyat ke dalam penghisapan industri pangan yang berorientasi ekspor.
Di samping itu, menjamin stok pangan, mengamankan sumberdaya untuk produksi pangan, melakukan distribusi yang adil, serta manajemen pangan yang berbasis serta dikontrol oleh komunitas. Memberikan prioritas pada produser pangan skala kecil serta mencegah kepemilikan dan penguasaan korporasi atas produksi dan sumberdayanya. 
Advokasi Kebijakan, Perjuangan untuk keadilan, pembebasan dan Demokrasi
Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, kedaulatan pangan merupakan hak dasar, advokasi kebijakan pertanian dan pangan melalui pendekatan yang berbasis pada kekuatan rakyat. Meskipun demikian juga penting untuk mengkaitkan advokasi kebijakan ini dengan perjuangan untuk perubahan struktural. Kedaulatan pangan dalam praktek advokasi kebijakan senantiasa mendukung perjuangan demokratis massa pokok. Menyokong sepenuhnya aksi-aksi rakyat secara langsung untuk memperoleh keadilan sosial, bebas dari penindasan dan tirani, serta untuk memperoleh demokrasi sejati.
Kedaulatan Pangan Dan Hak Asasi Manusia
Kedaulatan pangan senantiasa memperjuangkan baik hak perseorangan  maupun hak-hak kolektif, menegakkan dan berjuang untuk mewujudkan hak asasi manusia serta mendukung kebebasan rakyat untuk melancarkan aksi-aksi langsung memperjuangkan hak-haknya. Karenanya, advokaksi kebijakan dalam kerangka kedaulatan pangan mendukung penuh hak kaum tani untuk memproduksi pangan dan hak sebagai konumen yaitu hak untuk memutuskan sendiri apa yang ingin dikonsumsi serta hak bangsa-bangsa melindungi dirinya sendiri dari serbuan barang-barang pertanian dan pangan impor.
Kedaulatan pangan senantiasa menggunakan pendekatan yang berbasis pada kekuatan rakyat dalam melakukan advokasi kebijakan
Kedaulatan pangan telah berkembang sedemikian rupa tidak hanya sekedar memperjuangkan hak dasar atas pangan dan hak untuk memproduksi pangan, melainkan juga kebijakan sosial dan ekonomi yang memperjuangkan demokrasi rakyat. Mendorong partisipasi rakyat dalam menentukan kebijakan agraria serta kebijakan lainnya. Kedaulatan pangan memberi prioritas pada kebutuhan dalam negeri dan menjamin akses rakyat atas tanah, air, benih, pelayanan dan lain sebagainya.
Kedaulatan pangan juga menjamin partisipasi kaum perempuan dan sektor rentan lainnya dalam pembuatan kebijakan serta mengakui pentingnya peranan mereka dalam urusan produksi pertanian dan pangan.
II. Komponen Program dan Platform Kedaulatan Pangan
Produksi Pangan
Dalam produksi pangan, masalah-masalah dan prinsip-prinsipnya berkisar pada self-reliance (kepercayaan pada diri sendiri) dan self-sufficiency (kesanggupan mencukupi keperluannya sendiri). Untuk dapat mewujudkan self-sufficiency dalam produksi pangan mensyaratkan adanya demokrasi ekonomi (economic democracy), yang berarti bahwa hak kaum tani untuk membuat keputusan dan mencari nafkah harus ditegakkan sementara dominasi elite dan korporasi harus dilenyapkan.
Dalam hal ini pemerintah harus melakukan tindakan redistribusi, di satu sisi untuk menjamin mata pencarian dan pendapatan rakyat dengan menyediakan kapital secara merata dalam sektor pertanian. Dan di sisi yang lain untuk mencegah konsentrasi sumberdaya di tangan tuan-tuan tanah dan korporasi. Program produksi pangan harus bersandar pada upaya menggerakkan bagian terbesar dari produser pangan skala kecil khususnya sektor-sektor produser pangan yang marjinal, menyediakan mereka akses terhadap sumberdaya seperti tanah, air, bibit, ternak dan lain sebagainya.
Kegiatan-kegiatan pertanian harus juga berbasis pada keaneka-ragaman hayati yang menjamin keberlanjutan sosial dan ekologi. Konservasi sumberdaya genetika dan lingkungan hidup harus dipromosikan dalam produksi pangan melalui metode-metode ekologi yang berbasis pada keaneka-ragaman hayati sekaligus menentang paten atas kehidupan serta perubahan genetika tanaman dan ternak.
Setiap negara harus memiliki program produksi pangan. Programnya yang terpokok adalah memecahkan masalah demokrasi ekonomi dan keberkelanjutan produksi pangan itu sendiri. Program-program ini harus mampu mengurangi penindasan dan penghisapan serta harus mendorong kolektifisme (kerjasama,penj).
Pembaruan agraria sejati menjawab kebutuhan kaum tani yang tidak bertanah dengan membagikan tanah kepada mereka secara gratis, menjamin distribusi menyeluruh atas sumberdaya produksi serta menguatkan kemampuan produksinya. 
Program-program pembaruan perikanan dan kehutanan memberi prioritas pada keperluan dalam negeri dan mendorong pengembangan lokal dataran tinggi dan komuntas-komunitas memancing; mendorong akses efektif atas sumberdaya laut, hutan, dan padang pengembalaan.
Harus ada perlindungan dan promosi atas hak dan kesejahteraan pekerja, ketentuan atas pekerjaan yang bermartabat, upah yang adil serta keselamatan kerja. Kerja kontrak yang memperbudak serta praktek peribaan harus dibasmi. Hak­hak serikat buruh harus ditegakkan untuk memperbaiki kondisi kerja dan upah yang mencukupi untuk hidup (living wages).
Harus ada pembangunan yang tepat dan pro-rakyat; teknologi berbasis pada keaneka­ragaman hayati; menghentikan penggunaan pestisida serta melarang tanaman rekayasa genetika.
Program produksi tanaman atau sektor pangan khusus harus dapat memastikan tercukupinya kebutuhan sektor marjinal dengan tepat,  dijamin ketersediaannya, mudah dijangkau, serta dapat dikembangkan.
Promosi industri pengolahan pangan harus memberikan perlakuan istimewa kepada perusahaan-perusahaan pengolahan pangan berskala kecil (perusahaan dalam negeri,penj) sehingga secara sistematis perusahaan-perusahaan tersebut tersebut sedikit berada di atas perusahaan asing di dalam persaingan (paling tidak menang tipis atas perusahaan asing,penj).
Regulasi perdagangan dan investasi dalam lapangan pertanian dan pangan harus dapat menangani kompetisi perusahaan asing yang tidak adil terutama dalam bidang pokok yaitu produksi pertanian dan pangan.
Distribusi Pangan
Distribusi pangan harus disesuaikan dengan kehidupan ekonomi dan budaya rakyat. Distribusi pangan juga harus mempertimbangkan masalah pendapatan. Demokrasi ekonomi dalam distribusi pangan sangat sulit diterapkan, karena itu konsultasi dan partisipasi harus diadakan sebagai sebuah kebijakan dalam distribusi pangan.
Program-program pangan harus berbasis pada komunitas yang ditopang oleh program distribusi pangan nasional yang pro-aktif serta berpihak pada rakyat. Pemerintah harus menjamin ketersediaan pangan yang cukup melalui usaha yang efesien mendapatkan pangan dari dalam negeri.
Program distribusi pangan harus memastikan terjangkaunya harga semua jenis pangan pokok karena itu harus ada kontrol yang efektif atas harga. Program ini juga harus menyediakan kebutuhan pokok bagi rakyat miskin dan marjinal secara gratis atau bersubsidi.
Tindakan mengatur perdagangan dan investasi harus dapat mencegah kontrol maupun monopoli korporasi atas pembiayaan. Regulasi perdagangan dan investasi adalah alat untuk mendorong dan melindungi pasar dan produser pangan utama di dalam negeri.
Kesehatan Dan Gizi
Kedaulatan pangan merupakan pusaran perjuangan untuk mengenyahkan kelaparan dan kekurangan gizi. Prinsip kesehatan dan gizi yang utama adalah memastikan agar pangan dan makanan yang dikonsumsi rakyat aman untuk dimakan. Perhatian khsusus harus diberikan kepada sektor-sektor yang rentan seperti kaum perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia. Sektor ini menderita kemiskinan dan kelaparan berkali-kali lipat dibandingkan sektor lainnya akibat diskriminasi jender dan masih terbatasnya hak-hak ekonomi dan politiknya.
Program utamanya adalah: program gizi yang pro-aktif serta berpihak pada rakyat yang fokus pada wilayah dan sektor paling miskin dalam masyarakat; memastikan air minum gratis untuk setiap komunitas dan rumah tangga; membuat regulasi dan promosi pangan yang betul-betul aman dan melindungi rakyat. Pengaturan semacam ini tidak dimaksudkan untuk membatasi hak rakyat dan dengan sengaja memberikan keuntungan untuk korporasi-korporasi.
Bantuan Pangan 
Bantuan pangan harus berifat pro-aktif dan pro-rakyat. Ia tidak boleh disangkut pautkan dengan agenda ekonomi maupun politik, akan tetapi benar-benar untuk membantu daerah bencana dengan mekanisme pengaturan yang pro-aktif terlebih bagi komunitas yang terserang kemiskinan atau bencana. Pangan tidak boleh dipergunakan sebagai alat untuk berkuasa atau instrumen untuk kepentingan perang.
Bantuan dan kerja sama pangan internasional harus mendukung kebijakan yang mengutamakan upaya memenuhi kebutuhan atas dasar produksi pangan sendiri dan pembangunan serta tidak digunakan sebagai topeng untuk melakukan dumping. Bantuan tidak boleh dijadikan jalan untuk memperkuat kontrol TNC’s terhadap pasar dalam negeri. 
Kegiatan dan tema-tema diskusi yang dianjurkan
Poin-Poin diskusi
Program pangan: kesalahan dan kesenjangan. Membedah keberadaan program pangan pemerintah. Dari analisis bersama ini, rumuskan paling tidak lima rekomendasi kebijakan mendesak dan dapar dilakukan berdasarkan pada konsep kedaulatan pangan.
Kegiatan
Di bawah ini ada sebuah matrik di mana fasilitator dan peserta dapat mencatat secara detil perbedaan watak antara konsep kebijakan dalam bidang pertanian dan pangan yang sedang berjalan dengan konsep kedaulatan pangan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyoroti langkah kebijakan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Fasilitator juga dapat menambahkan persoalan dalam kolom pertama, baris pertama diisi untuk mengawali kegiatan tersebut.
Konsep kebijakan yang sedang berlangsung versus konsep Kedaulatan Pangan Kegiatan
Masalah
Kerangka Kerja Kebijakan yang sedang berlangsung
Kerangka Kerja Kedaulatan Pangan
Prioritas produksi
Tanaman untuk ekspor
Pangan untuk konsumsi dalam negeri, untuk tujuan self sufficiency
Pembaruan Agraria


Harga hasil panen


Teknologi


Perdagangan 


Investasi


Harga Pangan


Keamanan pangan


Bantuan pangan



Triad (tiga serangkai, penj)—Mintalah kepada peserta untuk mengidentifikasi lima atau lebih persoalan khusus pertanian dan pangan (semisal bibit yang mahal) dan daftarkan hal tersebut pada papan tulis. Bagi peserta ke dalam kelompok yang masing-masing beranggotakan tiga orang. Serahkan kepada setiap kelompok satu daftar masalah dan minta mereka untuk mendiskusikan di dalam kelompoknya masing-masing bagaimana kedaulatan pangan memecahkan masalah tersebut. Minta kepada setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Mereka dapat mempresentasikan hal tersebut secara kreatif jika waktu mencukupi.
Referensi dan bahan bacaan lanjutan Dokumen
Tujan, Antonio Jr. “Component of Food Sovereignty Platform and Program Implementation.” Training on Food Sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September 2005
Pesticide Action Network Asia and the Pasific and IBON Foundation.Inc, 2002
“Convention
 on
Food
 Sovereignty:
A
Discussion
 Paper.”
Available
at
http://www.panap.net/docs/campaign/conventiononsov.pdf


The
People’s
Convention
on
 Food
 Sovereignty.
Available
at
http://www.aprnet.org/index.php?a=show&t=conferences&c=Asia-

















Pasific%20Peoples%20Convention%20on%20Food%20Sovereignty&i=18. Also printed in People’s Caravan 2004 for Food Sovereignty Proceedings. Pesticide Action Network Asia and the Pasific, February 2005
Websites Pesticide Action Network Asia and the Pasific, http://www.panap.net
Asia Pasific Research Network, http://www.aprnet.org
Modul 3 Advokasi Kebijakan Untuk Kedaulatan Rakyat Atas Pangan
Tujuan:
1.            1.         Memberikan gambaran mengenai advokasi rakyat untuk kedaulatan pangan.
2.            2.         Mendiskusikan kegiatan advokasi tingkat lokal, nasional dan internasional serta membahas secara mendalam unsur-unsur advokasi kebijakan kedaulatan pangan yang berhasil diterapkan.

Durasi: 3 jam
I. Advokasi kedaulatan pangan di tingkat lokal, nasional dan internasional
Luasnya cakupan kedaulatan pangan secara tidak langsung memerlukan stategi yang memadai untuk mewujudkannya. Setidaknya, apa pun ajuan kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan serta pembangunan penghidupan yang berkelanjutan harus secara efektif memecahkan pangkal persoalan, yang sangat bergantung pada proses pembuatan kebijakan tingkat nasional maupun internasional. Dewasa ini, perbedaan antara kebijakan nasional dan internasional sudah semakin samar, sejak kekuatan-kekuatan internasional memiliki pengaruh besar dalam pembuatan kebijakan nasional tertentu di sejumlah negara. 
Kedaulatan pangan membuka sebuah wacana politik untuk menekankan pentingnya prinsip menentukan nasibnya sendiri (self-determination) dan percaya pada kemampuan sendiri (self-reliance) bagi komunitas lokal dalam menemukan solusi persoalan-persoalan lokal. Dengan demikian, ajuan-ajuan kebijakan dalam konsep kedaulatan pangan memerlukan perubahan-perubahan yang luas dalam kebijakan pertanian dan perdagangan yang berlaku dewasa ini, seperti pengurangan secara radikal atau dirubahnya secara menyeluruh kekuasaan institusi­institusi dan berbagai perjanjian internasional.
Jelas kiranya bahwa kerja advokasi untuk mencapai kedaulatan pangan harus memahami situasi lokal, nasional, maupun internasional. Di tingkatan lokal, advokasi kedaulatan pangan harus ditempatkan pada konteks persoalan-persoalan pangan dan penghidupan yang dihadapi oleh rakyat sehari-hari dan mengajukan pilihan kebijakan yang dapat menggalang dukungan rakyat. Tujuan utamanya adalah menampilkan secara nyata bagaimana perhatian yang ditunjukkan oleh komunitas dalam konsep kedaulatan pangan.
Di tingkat nasional, advokasi berusaha menarik imbangan kekuatan dari berbagai sektor yang berbeda: Kaum tani; pekerja pertanian; nelayan tradisional; suku bangsa asli; kaum perempuan dan lain sebagainya untuk menyokong program nasional mewujudkan kedaulatan pangan. Konsep kedaulatan pangan tingkat nasional meliputi diantaranya program landreform mengenai persoalan agraria, air serta ladang penggembalaan; program produksi pangan; program pengembangan agroekologi dalam produksi pangan; program distribusi pangan; regulasi perdagangan dan investasi; pendapatan dan mata pencarian. Program nasional berperan sebagai sebuah platform mengkampanyekan advokasi serta kerja membangun aliansi. Ajuan­ajuan kebijakan untuk persoalan khusus (seperti, akses terhadap benih, penumpukan produk pertanian serta bahaya pestisida) terhadap kedaulatan pangan harus dirancang dan dipresentasikan di hadapan pembuat kebijakan untuk memancing aksi dan debat legislatif.
Konvensi rakyat mengenai kedaulatan pangan merupakan dokumen yang secara politik menentang otoritas nasional maupun global. Inisiatif dari konvensi rakyat internasional ini berbeda jauh dengan konvensi formal-resmi yang ditanda-tangani oleh pemerintah yang  selalu gagal diterapkan. Kekuatan rakyat adalah pemrakarsa utama dari konvensi ini serta mendapatkan pengakuan secara langsung dari rakyat seluruh dunia.
Konvensi tersebut melahirkan unsur-unsur kedaulatan pangan yang berhadap­hadapan secara langsung dengan kekuasaan korporasi dalam sektor pertanian dan pangan maupun instrumen globalisasi neoliberal seperti IMF, Bank Dunia dan WTO. Semakin lama semakin banyak gerakan sosial di dunia yang mendukung kedaulatan pangan. Advokasi kedaulatan pangan meningkatkan tekanan untuk perubahan mendasar dalam kebijakan global. 
II. Persoalan Pokok dan Sasaran Kampanye
Sejak tahun 1980-an, kebijakan penyesuaian struktural (Structural Adjustment policies) yang dipaksakan oleh IMF dan Bank Dunia telah diterapkan oleh mayoritas negeri­negeri terbelakang. Dalam lapangan pertanian dan pangan, kebijakannya berkisar pada apa yang oleh Bank Dunia dijuluki sebagai paket kebijakan “ketahanan pangan berbasis pada perdagangan” (trade based food security). Melalui prasyarat-prasyarat yang yang memboncengi utang luar negeri, IMF dan Bank Dunia memaksa negeri­negeri tersebut untuk membuka pasar pertaniannya bagi produk impor yang murah. Institusi finansial internasional lainnya seperti Asian Development Bank (ADB) juga memiliki instrumen utama sendiri mendukung pengimplementasian  kebijakan neoliberal dalam pertanian dan pangan. Demikian juga dengan agensi-agensi di bawah PBB seperti FAO dan UNDP, mereka menyetujui konsep “ketahanan pangan berbasis perdagangan” yang didorong oleh lembaga-lembaga finans internasional.
Advokasi kebijakan untuk kedaulatan pangan harus menuntut dihentikannya segala persyaratan program penyesuaian struktural termasuk apa yang disebut sebagai Dokumen Strategi Pengurangan Kemiskinan (Poverty Reduction strategy Papers) yang mendorong reform-reform ala neoliberal, yang pada akhirnya hanya untuk memaksimalkan keuntungan korporasi-korporasi sembari mengecam subsidi­subsidi negara terhadap produser kecil sebagai tindakan yang menghancurkan serta menuntut privatisasi. Sementara itu badan-badan PBB harus ditekan untuk menghentikan dukungannya terhadap ketahanan pangan berbasis pada perdagangan neoliberal dan mendukung serta menorong kedaulatan pangan.
Mekanisme “Perdagangan bebas”
Di bawah pengaruh WTO, kebijakan perdagangan telah menjadi perjanjian nasional yang mengikat yang harus dipatuhi bila tidak,  maka harus bersiap-siap mendapat sanksi melalui mekanisme penyelesaian sengketa. Aturan-aturan kebijakan perdagangan ini memberi pengaruh pada sektor pertanian dan pangan seperti aturan­aturan keramat yang dibuat WTO dalam Agreement on Agriculture-AoA. Perjanjian tersebut daya rusaknya sungguh luar biasa terhadap kedaulatan rakyat atas pangan, ia tidak hanya mendiktekan jumlah tarif akan tetapi juga mempersempit ruang bagi kebijakan nasional. Aturan-aturan WTO membawa pengaruh yang luas terhadap tindakan dan kebijakan nasional. Dari regulasi keamanan pangan hingga perlindungan kekayaan intelektual, dari subsidi-subsidi pertanian hingga talangan harga pangan untuk kebutuhan pokok.
Liberalisasi pertanian melalui WTO dan perjanjian-perjanjian perdagangan bebas lainnya mamaksa para produser kecil dan menengah di negeri-negeri terbelakang berhadap-hadapan dengan pesaingnya di dalam persaingan langsung di dalam pasar dunia melawan para pesaingnya. Para produser di negara miskin dengan akses yang sangat terbatas pada sarana produksi seperti tanah dan air, benih dan bibit hewan ternak bertarung melawan usaha pertanian bersubsidi­berskala besar dari negeri-negeri maju. Sebagai contoh, Perjanjian Perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA), kekuatan produser jagung tradisional di Mexico, yang secara tipikal mengolah empat hektar tanah pertanian setiap orangnya harus bersaing dengan pertanian bersubsidi seluas 1000 hektar di Amerika Serikat.
Karena itu, kedaulatan pangan menuntut WTO harus segera angkat kaki dari semua aspek sistem pertanian dan pangan. Ia harus digantikan dengan sistem perdagangan multilateral yang baru berbasis pada perdagangan yang adil dan kedaulatan rakyat atas pangan. Sebaliknya, perjanjian-perjanjian perdagangan dan investasi regional dan bilateral yang berdasarkan pada aturan WTO harus dibongkar. Para aktivis kedaulatan pangan juga harus mengawasi dan mengagalkan ajuan dan negosiasi mengenai liberalisasi perdagangan dan investasi yang sedang berlangsung. 
Pertanian Korporasi
Liberalisasi pertanian telah mengakibatkan terkonsolidasikannya tanah pertanian dan segenap sumberdaya di tangan para tuan tanah besar, pengusaha agribisnis dan berbagai wujud usaha komersial besar lainnya. Perusahaan transnasional (TNCs) juga melakukan perluasan kontrol atas bagian lainnya dari sistem pangan, pasar, dan produksi pangan global. Merger dan akuisisi berlangsung dengan cara paling  barbar di dalam sektor hulu, industri olahan dan perdagangan pangan. 
Sejumlah perusahaan benih misalnya telah dibeli oleh perusahaan kimia-pertanian (agrochemical companies). Sistem hak kepemilikan intelektual menyediakan hak-hak istimewa untuk melakukan monopoli atas apa yang menjadi milik masyarakat luas (umum,penj) sehingga mempermudah mereka memegang kekuasaan atas bahan genetika dan bentuk-bentuk kehidupan seperti benih dan bibit hewan ternak. Sistem ini melarang pertukaran bebas benih dan bibit hewan ternak maupun sebaliknya mengijinkan perusahaan-perusahaan merampas begitu saja pengetahuan para petani.
Sementara itu, dalam perdagangan pangan transaksi gandum dan kacang kedelai secara global dikuasai oleh hanya beberapa perusahaan transnasional (TNC’s). Hal yang sama juga terjadi pada komoditi lain seperti pada beberapa tanaman tropis ekspor yaitu pisang, nanas, kopi, coklat dan lain sebagainya. TNCs juga telah meningkatkan kontrol dan dominasinya atas industri olahan dan ritel pangan. Petani kecil tidak saja kehilangan kontrol atas lahan pertanian, sarana dan proses produksinya tetapi juga kehilangan kontrol atas harga hasil panennya beserta aturan­aturan dagangnya sendiri.
Dalam advokasi kedaulatan pangan harus ditekankan bahwa Kebijakan perdagangan nasional dan internasional harus membongkar kartel internasional dan menghancurkan monopoli TNC’s yang mempraktekkan manipulasi harga produk internasional serta komoditas pangan.
III. Unsur-unsur advokasi kebijakan untuk kedaulatan pangan
Pendidikan dan Jaringan 
Konvensi rakyat atas kedaulatan pangan selain menjadi sebuah  instrumen politik juga harus menjadi alat untuk mendidik rakyat tentang kedaulatan pangan. Dokumen tersebut harus disebarkan secara luas serta secara resmi harus dipresentasikan di dalam pertemuan-pertemuan dan juga untuk keperluan penggalangan dana. Program nasional mengenai kedaulatan pangan juga harus dirancang untuk menjadi sebuah platform politik untuk kepentingan kampanye dan pembangunan aliansi.
Bahan-bahan bacaan mengenai persoalan pertanian dan pangan serta kebutuhan untuk kedaulatan pangan lainnya harus diproduksi dalam bentuk populer untuk menjangkau kalangan yang lebih luas. Menyelenggarakan forum-forum atau simposium juga sebuah cara yang efektif untuk mendidik rakyat, mengadakan debat dan memperluas kerja sama-kerja sama.
LOBI
Dalam diskusi kebijakan mengenai pembaruan kebijakan pertanian dan pangan, kedaulatan pangan harus menampilkan sebuah konsep alternatif. Berkaitan dengan hal tersebut, penting untuk membuat sebuah kertas kerja untuk lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif, yang mengartikulasikan pendapat-pendapat untuk kedaulatan pangan serta menampilkan pembaruan kebijakan yang praktis berdasarkan konsep kedaulatan pangan. Forum-forum legislatif harus diorganisasikan untuk memudahkan interaksi dan debat dengan pembuat kebijakan mengenai masalah pembaruan. Demikian juga penting untuk mempengaruhi konsultasi dan dengar pendapat publik mengenai persoalan-persoalan pertanian dan pangan.
Mobilisasi
Menggerakkan sektor yang berbeda, khususnya kaum tani, nelayan tradisional, suku bangsa asli dan produser pangan lainnya maupun kelompok konsumen diperlukan untuk melancarkan perlawanan terhadap kebijakan neoliberal yang mempengaruhi sektor pertanian dan pangan. Tujuan utama dari mobilisasi ini adalah menuntut perubahan atas kebijakan yang sedang diterapkan dan atau untuk mengantisipasi ajuan lainnya.
Harus ada diskusi-diskusi untuk membahas masalah advokasi dan kampanye terhadap WTO dan organisasi-organisasi perdagangan lainnya, maupun advokasi dan lobi dengan lembaga-lembaga PBB yang menangani masalah pertanian, pangan, tenaga kerja, kesehatan, pestisida dan organisasi-organisasi lain yang bertalian. Ruang untuk advokasi dan kampanye kedaulatan pangan lainnya di dalam arena internasional harus ditelusuri. 
Kegiatan dan tema diskusi yang dianjurkan
Kegiatan:
Workshop:
Bagi peserta ke dalam tiga kelompok. Setiap kelompok harus mengidentifikasikan dan menggambarkan dengan singkat satu persoalan lokal/komunitas. Kelompok-kelompok tersebut harus merumuskan sebuah proposal-usulan kebijakan (yaitu merevisi atau membongkar kebijakan yang sedang berlangsung serta mendorong sebuah ajuan alternatif) berbasis pada kedaulatan pangan. Kemudian memecahkan persoalan yang sudah dipilih dengan merancang rencana advokasi kebijakan.
Rencana advokasi dalam ajuan tersebut harus mengidentifikasikan sasaran-sasaran kunci (lokal/nasional/pembuat kebijakan/badan-badan pemerintah, asing/institusi internasional, perusahaan-perusahaan) serta strategi-strategi untuk unsur-unsur dari advokasi kebijakan yang berbeda-beda (pendidikan, jaringan, lobi dan mobolisasi) di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Rencana-rencana advokasi kebijakan tersebut akan dipresentasikan oleh setiap kelompok untuk dibahas dan dinilai.
Referensi-Referensi dan Bacaan Lanjutan
Windfuhr, Michael and Jennie jonsen.2005. Food Sovereignty: Towards democracy in localized food systems: Warwickshire: ITDG Publishing and FIAN International.
Draft Framework for National Programme on Food Sovereignty. Printed in People’s Caravan 2004 for Food Sovereignty Proceedings, Pesticide Action Network Asia and the Pasific, February 2005.
Tujan, Antonio Jr. “Conceptual Issue on Food Sovereignty.” Training on Food Sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September 2005
La Via Campesina. “The right to produce and access to land, Food Sovereignty: A Future without Hunger.” Roma, Italy, November 2006.
Tujan, Antonio Jr. “Component of Food Sovereignty Platform and Program Implementation.” Training on Food Sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September 2005
Winfuhr, Michael and Jennie Jonsen, 2005, Food Sovereignty: Towards democracy in localized food systems. Warwickshire: ITDG Publishing and FIAN
The People’s Convention on Food Sovereignty. Available at
http://www.aprnet.org/index.php?a=show&t=conferences&c=Asia-Pasific%20Peoples% 20Convention%20on%20Food%20Sovereignty&i=18. Also printed in People’s Caravan 2004 for Food Sovereignty Proceedings. Pesticide Action Network Asia and the Pasific, February 2005
Sape, Gilbert. “Advocacy Campaigning for People’s Food Sovereignty, Training on Food sovereignty, Kolkata, India, 19-21 September 2005.
Modul 4 Pelajaran Pilihan Mengenai Advokasi
Tujuan:
Pelajaran pendek ini untuk mereka yang memiliki pengalaman terbatas dalam kerja advokasi dan bagi mereka yang ingin mengetahui dasar-dasar dan memperoleh tip-tip tentang kerja advokasi yang efektif. (lebih baik pelajaran ini diberikan sebelum Modul 3)
Waktu: 1 jam
Apa itu advokasi?
Advokasi adalah tindakan atau proses membela sebuah perkara. Mengajak orang untuk bertindak dengan mengajukan saran-saran, memberikan dukungan, menentang, atau mempertahankan gagasan-gagasan. 
Advokasi kebijakan
Advokasi kebijakan adalah usaha untuk memenangkan aspirasi atau kehendak publik dalam sebuah kebijakan dengan berbagai strategi dan taktik yang terorganisir. intinya, memperjuangkan agar tuntutan rakyat mendapat tempat di dalam sistem serta menciptakan ruang untuk diskusi publik.
Advokasi kebijakan melibatkan pihak-pihak yang mendapat dampak kebijakan, menentang kebijakan yang sedang berlaku serta menawarkan sejumlah alternatif. Sasaran utama dari advokasi kebijakan adalah: 1) Legislatif, 2) Eksekutif, 3) Lembaga­lembaga regulator, 4) Peradilan.
Perbedaan antara advokasi dengan kampanye gerakan massa
Capaian advokasi kebijakan adalah merubah kebijakan-kebijakan yang sedang berjalan atau mengantisipasi ajuan kebijakan lainnya sembari mengajukan alternatif kebijakan. Sementara itu, kampanye gerakan massa memiliki skup yang lebih luas yaitu memecahkan persoalan-persoalan di luar hukum dan kebijakan semata (tidak bergantung pada hukum dan kebijakan yang berlaku, penj). Kebijakan advokasi dapat menjadi bagian dari kampanye gerakan massa untuk persoalan-persoalan tertentu.
Kenapa Advokasi
. Untuk melahirkan kebijakan dan keadaan lingkungan yang kondusif untuk
pencapaian sasaran dan tujuan tertentu. . Untuk menghasilkan dukungan dan suberdaya tambahan. . Untuk menyediakan mekanisme bagi rakyat agar dapat terlibat dan
berpartisipasi dalam proses pembangunan . Untuk mewujudkan pemberdayaan rakyat dengan menyediakan jalan yang
dengannya seseorang dapat membentuk dan mengekspresikan pandangan
serta pendapatnya.
. Untuk memastikan sebuah program agar lebih berpihak pada rakyat.
Tujuan Advokasi
Tujuan jangka pendek:
. Untuk merombak hukum maupun regulasi
. Untuk memperoleh posisi politik secara relatif
. Untuk meningkatkan perhatian rakyat atas sebuah persoalan
. Untuk mendapatkan tambahan pengalaman dan kekuatan internal
Tujuan jangka panjang
. Untuk mempengaruhi perubahan-perubahan secara berangsur-angsur di
dalam lembaga sosial
. Untuk mendapatkan posisi politik dan media yang lebih baik untuk perubahan
sosial.
. Meningkatkan kesadaran kritis rakyat untuk perubahan sosial
. Untuk membangun anasir-anasir demokrasi

Lima Langkah Pokok dalam Kerja Advokasi
1) Mengidentifikasi sasaran advokasi
. Pejabat pemerintah
. Stakeholder proyek
. Organisasi atau institusi lain
. Rakyat biasa atau anggota masyarakat biasa
. Media
2) Memutuskan media yang tepat digunakan untuk menjangkau sasaran.
Setiap orang memiliki prioritas yang berbeda-beda. Mereka memiliki agenda sendiri, tujuan-tujuan dan nilai-nilai, yang berarti juga mereka akan terkesan dengan hal yang berbeda-beda.
3) Membangun pesan yang jelas yang mereka mengerti
Agar efektif, anda perlu mengidentifikasikan faktor utama yang dapat meyakinkan (persuasive factors) kalangan tersebut agar mengikuti pandanga andan. Ini akan membantu anda merancang sebuah pesan yang meyakinkan. Rencanakan kampanye advokasi dengan baik dan pilihlah media yang lebih cocok untuk kerja tersebut.
4) Rebut hati dan pikirannya
Adalah kunci untuk menghadapi kalangan tertentu dengan memberi perhatian pada nilai-nilai yang mendasari kepentingan dan perhatiannya.
5) Mengubah atau membetulkan paradigmanya
Meyakinkan sasaran anda agar bersedia mendukung gagasan atau atau sebuah masalah, bisa jadi akan memakan waktu yang lama dan melalui proses yang sulit. Sabar, kreatif, giat serta jujur sangat dibutuhkan sebab anda meminta orang untuk merubah pandangan mereka yang telah dipegang teguh sepanjang hidupnya.
Strategi-Strategi Dalam Advokasi
1) Pendidikan
. Penelitian dan publikasi-publikasi
. Berhubungan dengan organisasi-organisasi yang berbasis komunitas
. Sesi forum dan pendidikan

2) Proyeksi media
3) Lobi
. Menjalin hubungan dengan anggota parlemen dan pejabat pemerintah yang
simpatik dan berbagi masalah organisasi
. Dialog-dialog
. Berpartisipasi dalam forum curah pendapat

4) jaringan
. Membangun hubungan secara personal maupun organisasi . Tukar menukar publikasi dan hasil penelitian . Mengumpulkan sumberdaya bersama untuk mendapatkan pengaruh yang
lebih besar
5) Aksi-aksi rakyat
. Negosiasi
. Aksi-aksi protes





Tidak ada komentar:

Posting Komentar