Senin, Februari 20, 2012

Pertanian Organik Berbiaya Rendah


Pertanian Organik, Alternatif Sikap dan Siasat

Batasan Pengertian Pertanian Organik (secara radikal) :
Pertanian yang di dalam semua proses dan kegiatannya (produksinya, pemanenan dan penanganan pasca panen) bebas dari :
1.   Pestisida anorganik
2.   Pupuk anorganik
3.   Hormon (zat perangsang tubuh/ZPT)
4.   Bahan pengawet anorganik
5.   Hasil rekayasa genetik.
Sehingga di dalam pertanian organik menggunakan pestisida alami/organik (biopestisida), pupuk, ZPT dan bahan pengawet organik non sintestis ataupun kimiawi buatan.
Tetapi dalam pengertian yang lebih moderat, pertanian organik diartikan sebagai penggunaan bahan-bahan kimiawi yang seminimal mungkin.

I.                 DASAR PEMIKIRAN
Tuhan memberi keleluasaan manusia untuk mengelola bumi dan seisinya untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan oleh manusia. Akan tetapi kita sebagai manusia juga dituntut oleh-Nya untuk dapat mempertanggung-jawabkan keleluasaan dalam memanfaatkan bumi dan seisinya tersebut.
Berawal dari pernyataan tersebut terdapat kenyataan bahwa perilaku manusia khususnya dalam bidang pengembangan pertanian modern telah mengakibatkan dampak-dampak yang sangat serius. Konsep dan prinsip-prinsip pertanian dalam sistim pertanian modern semakin tidak dapat dipertahankan lagi khususnya untuk tujuan produksi yang tinggi, tetap mengindahkan dengan ekosistem/linkungan dan berkelanjutan.

II.            KOMPONEN PERTANIAN ORGANIK
2.1.      Pestisida Alami/Organik (Biopestisida)
Sebenarnya di dalam pengendalian hama dan penyakit (PHT) terpadu di dalam budidaya pertanian tidak hanya menggunakan pestisida. PHT dalam pertanian organik lebih menekankan : cara pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian dengan tanaman tahan, pengendalian hayati ataupun pengendalian secara fisik mekanik.
Adapun pengendalian kimiawi yang dalam hal ini adalah penggunaan pestisida kimiawi, di dalam pertanian organik digantikan oleh biopestisia. Biopestisida ini sebenarnya telah lama dikembangkan dan dikemas di dalam pabrik, dan dapat juga dibuat sendiri oleh petani.
2.1.1.                     Biopestisida yang dibuat di pabrik
Biopestisida pabrik ini dapat menggunakan bahan baku tanaman atau hasil dari tanaman yang bahan aktifnya dapat berupa : Piretrum, rotenone, ryania dan sabadilla, nikotin, azadirachin, Metil eugenol (ME), dll.

1.   Piretrum
Diambil dari bunga Chrysanthemum sp, yang berasal dari Asia Tengah, Kenya, Ekuador, dll. Ada 5 senyawa aktif penyusun Piretrum yaitu piretrin I, piretrin II, sinerin I, sinerin II, dan jasmolin II. Piretrum ini biasanya digunakan untuk mengendalikan : serangga rumah tangga dan hama sayuran dan buah-buahan. Piretrum untuk hama sayuran dan buahan sangat menguntungkan karena residu (sisa) sangat cepat terurai sehingga sayur dan buah tersebut dapat lebih cepat dan aman untuk dikonsumsi. Sayangnya, piretrum ini sangat cepat terurai (rusak) apabila terkena sinar matahari (sinar ultraviolet/UV).
Di Indonesia juga ada, dikenal sebagai Chrisanthenum cinerariafolium atau Piretrum banyak terdapat di Indonesia. Tanaman ini dikenal dengan nama MARIGOLD, ASTER, SERUNI, atau KENIKIR. Jenis yang banyak di Indonesia adalah Chrissantemum sp yang banyak ditanam di daerah pedesaan dan tumbuh liar di padang rumput atau savanna atau ladang.

2.   Rotenon
Diambil dari tanaman leguminose (kacang-kacangan) Derris sp (tuba atau jenu). Ada beberapa verietas tuba yaitu Derris eliptica dan D. Malaccencis dari Indonesia dan Malaysia. Juga berasal dari Lonchocarpus utilis dari Amerika Selatan. Rotenone digunakan sebagai racun kontak dan perut tetapi pengaruhnya tidak pada sistem saraf. Seperti piretrum, rotenone juga sangat mudah berubah terutama oleh sinar matahari, oleh karena itu penyimpanan cairan/tepung tuba ini harus tertutup agar tidak terkena sinar matahari langsung dan udara bebas.
Cairan tuba diperoleh dengan cara merendam atau merebus batang dan akar pohon tersebut. Penggunaan tanaman tuba ini dapat juga dengan cara menumbuknya sampai halus, sehingga didapatkan tepung tuba.
Rotenone adalah racun yang berbahaya bagi binatang berdarah dingin (ikan, katak, belut, dll). Namun juga berbahaya bagi manusia, maka harus hati-hati dalam pemakaiannya.
Tepung tuba (derris) yang dijual di pasaran mengandung rotenone 4 – 5%. Tepung ini dicampur dengan kapur talk sampai kadar rotenonnya 5% agar aman digunakan.

3.   Ryania dan Sabadilla
Ryania merupakan insektisida dari tanaman Ryana speciosa dari Trinidad, sedangkan Sabadilla berasal dari biji Schoenocaulon offnale. Kedua bahan aktif organik ini jarang digunakan.

4.   Nikotin
Nikotin didapatkan dengan cara merendam daun tembakau dalam air panas, kemudian hasil rendaman tersebut diletakkan di tempat yang panas selama 24 jam. Sesudah itu daun tembakau ini diperas sehingga diperoleh air tembakau yang kental.
Campuran nikotin sebanyak 2 – 3% akan menjadi pestisida bagi kutu-kutu daun yang mujarab. Hal yang perlu diingat adalah nikotin dengan kadar yang terlalu tinggi dapat merusak tanaman. Sehingga dapat juga membeli Lucifer Nikotin yang banyak dijual di toko-toko kimia. Lucifer Nikotin merupakan pestisida bagi berbagai macam hama. Penggunaannya ialah dengan kadar 0,1 – 0,2%. Penggunaan kedua pestisida ini jangan pada saat suhu udara tinggi karena dapat berbahaya bagi manusia.

5.   Azadirachin
Diambil dari tanaman Mimba (Azadiracha sp). Ada 3 spesies Mimba yaitu A. Indica, A Siamensis, dan A Excelza. Spesies pertama ada di Asia termasuk Indonesia dan dua spesies lainnya terdapat di Thailand. Ada + 200 spesies yang peka terhadap Azadirachin. Biasanya produk olahan Mimba oleh pabrik sering disebut Neem yang dikemas dalam bentuk botol, sachet, dos, dsb.

6.   Metil Eugenol
Bahan ini digunakan sebagai feromon (penarik serangga jantan) yang diambil dari minyak cengkeh.

2.1.2.                     Biopestisida yang dibuat sendiri
Biopestisida ini dapat menggunakan bahan tanaman (lampiran 1)

1.   Biopestisida yang terbuat dari tanaman penghasil piretrum
Kombinasi piretrum dan piperonil butoksida non-toksik ternyata menghasilkan bubuk yang sangat efektif untuk mencegah kerusakan hasil panen seperti gabah, gandum, jagung, barley, oat, oleh serangga.
Bubuk yang dicampur dengan gabah segera setelah pemanenan, dapat melindungi hasil panen dari kumbang penggerak, kumbang serangga pengebor gabah (grain borer), dan ulat tepung selama lebih dari 2 tahun. Pemakaian dalam skala besar maupun kecil dapat dilakukan dengan mudah dan aman.
Ramuan ini kini dirancang oleh para peneliti dari Institut Riset Pertanian Kenya (Kenya Agricultural Research Institute atau KARI), untuk melindungi gudang tembakau dari kumbang kretek dan ngengat tembakau.
Institut Pertanian Organik Kenya (Kenya Institute of Organic Farming atau KIOF), LSM yang memperkenalkan pertanian organik sejak 1986, memberikan penyuluhan kepada petani mengenai persiapan dan penggunaan piretrum untuk mengendalikan serangga seperti Aphid, lalat putih, tungau laba-laba (spide-mite), dan hama tepung pada tanaman di Field Notes on Organic Farming dengan cara berikut :

Cara I :
1)  Didihkan 500 gr bunga piretrum segar dalam 4 liter air untuk membuat suatu larutan jenuh atau “teh kental”. Biarkan larutan atau infus menjadi dingin sebelum disaring.
2)  Larutkan campuran ini dengan air dalam jumlah sama (1:1).
3)  Untuk membuatnya berbusa campurkan lerak atau 30 gr batang sabun. Busa dapat meningkatkan efektifitas piretrum, mempermudah masuknya campuran tersebut ke dalam tanaman.
4)  Penggunaannya dengan cara penyemprotan.

Cara II :
1)  + ½ kg bunga kering piretrum yang dibubukkan, dengan
2)  ½ liter minyak wijen, dan
3)  3 liter minyak goreng.
Dapat digunakan untuk mengendalikan rayap dan kutu. Caranya yaitu dengan membuat lubang kecil di dua gundukan rayap, lalu memberikan campuran tersebut pada lubang kecil tersebut setiap hari selama seminggu. Biasanya setelah seminggu kemudian rayap akan menghilang dengan sendirinya.
Cara III :
Campurkan tumbukan piretrum dengan sedikit susu (seperti salep) jika dipoleskan di bawah ekor, kaki, dan samping kuping sapi atau hewan ternak lainnya dapat melindungi dari serangan kutu.

2.   Biopestisida yang terbuat dari Mimba
a.   Ekstrasi biji Mimba (biji Mimba yang berwarna cerah dengan panjang 1,5 cm).
1)   Siapkan dikeluarkan dari buah secepat mungkin, biji kemudian dikeringkan di bawah terik matahari selama beberapa hari sehingga terhindar dari jamur (Mimba mulai berbuah pada umur 3 – 4 tahun).
2)   Untuk membuat 10 liter larutan ekstraksi, siapkan ½ kg biji. Biji digiling/ditumbuk hingga halus, kemudian direndam dalam 10 liter air selama minimal 5 hari. Perendaman akan lebih baik jika dilakukan selama sehari semalam.
3)   Larutan Mimba tersebut dapat langsung digunakan. Bila diaplikasikan secara semprot, harus disaring lebih dahulu agar tidak menyumbat nozel. Jika digunakan tanpa semprotkan, dapat juga dengan menggunakan kuas atau sapu jerami ke tanaman sehingga basah.
4)  Pengaruh zat azadirachtin pada tanaman akan berakhir dalam tempo 3 – 6 hari. Oleh karena tanaman sudah bisa dipanen 5 hari setelah penyemprotan. Frekuensi perlakuan pemberian larutan Mimba tergantung populasi hamanya. Pada sayuran, frekuensinya bisa seminggu sekali. Bila populasi hanyanya hanya sedikit aplikasi hanya dilakukan 10 – 14 hari sekali.

b.   Minyak Mimba
1)   Minyak Mimba ini terutama digunakan untuk hama gudang. Minyak ini didapatkan dengan cara memeras hancuran biji Mimba. Dari 1 kg biji hanya diperoleh 3 ml minyak. Untuk mengendalikan kumbang yang merusak biji-bijian dalam gudang.
2)   Caranya, campurkan 30 ml minyak Mimba dengan 100 kg biji. Minyak Mimba tidak beracun, tetapi rasanya sangat pahit. Untuk menghilangkan rasa pahit pada biji, biji-bijian dikonsumsi setelah 3 – 4 minggu. Khaisat minyak ini dapat bertahan selama 6 minggu.

c.    Daun Mimba
Juga dapat digunakan sebagai biopestisida hama gudang. Di India, orang biasa menyebarkan daun mamba diantara hasil panen atau melapiskan daun-daun diantara hasil panen atau melapiskan pada guna penyimpanan. Serangan hama gudang ini biasa dihalangi selama 36 bulan.


d.   Bungkil biji mimba
Bungkil berwarna kecoklatan ini masih menyisakan zat aktif yang dapat menahan serangga tanah dan nematode (hama cacing-cacingan). Dapat juga digunakan sebagai penyubur tanah.

Jenis Hama
Mekanisme Pengendalian
Ordo Orthoptera
Misal belalang
Mencegah makan/antifeeding
Ordo Homoptera
Misal Aphis/kutu penghisap, wereng hijau (Nephotetix virescens), kutu putih, kutu loncat, dan kepik.
Mencegah makan atau ganti kulit
Ordo Coleoptera
Semua kumbang
Tidak mau makan, pertumbuhan terganggu dan akhirnya mati
Ordo Lepidoptera
Misal larva ulat grayak (Spodoptera sp), ulat krop (Crocidolomia binotalis), ulat kubis (Plutella xylostella), penggerak batang dan penggerak daun
Tidak mau makan, pertumbuhan terganggun dan akhirnya mati
Ordo Diptera
Misal lalat buah
-
Ordo Himenoptera
Milal penggerak batang padi
Berpengaruh pada perilaku makan dan mengganggu pertumbuhan

2.2.      Biofungisida untuk Cabang dan Kacang Merah
(Biasa dibuat oleh petani di Desa Penanjung, Kec. Pakenjeng, Kab. Garut)
Fungisida (obat pengendali jamur) ini terbuat dari :
- 1 bagian daun suren              - 1/5 bagian tembakau
- 1 bagian daun angrum   - 1/5 bagian cabai rawit
- 1 bagian daun dayang   - 1/5 bagian bawang merah

Semua bahan tersebut digiling halus. Hasil gilingan tersebut dicampur dengan air 1/10 bagian air lalu disaring. Larutan ini disebut larutan induk.
Selanjutnya untuk aplikasinya, 1 ml diencerkan dengan 250 ml (1/4 l) air. Sehingga untuk sprayer yang kapasitasnya 14 liter memerlukan sekitar 56 ml larutan induk.
Penyemprotan dilakukan 3 – 5 hari sekali bila tingkat serangan sudah parah dan hanya 15 hari sekali untuk pencegahan.

2.3.      Biopestisida buatan kelompok tani Murbaning Tani Rahayu dari Desa Tlompakan, Tuntang, Semarang
Bahan :
1.    Daun johar (jowar), daun mindi, daun ketepeng-kebo, daun sampang, daun kelor, dan daun awar-awar.
2.    gadung, akar tuba/jenu
3.    Kunir
4.    Garam grosok, kapur, belerang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar