Pertanian
Organik, Alternatif Sikap dan Siasat
Batasan
Pengertian Pertanian Organik (secara radikal) :
Pertanian yang di dalam
semua proses dan kegiatannya (produksinya, pemanenan dan penanganan pasca
panen) bebas dari :
1.
Pestisida anorganik
3.
Hormon (zat perangsang tubuh/ZPT)
4.
Bahan pengawet anorganik
5.
Hasil rekayasa genetik.
Sehingga di dalam pertanian
organik menggunakan pestisida alami/organik (biopestisida), pupuk, ZPT dan
bahan pengawet organik non sintestis ataupun kimiawi buatan.
Tetapi dalam pengertian yang
lebih moderat, pertanian organik diartikan sebagai penggunaan bahan-bahan
kimiawi yang seminimal mungkin.
I.
DASAR PEMIKIRAN
Tuhan memberi
keleluasaan manusia untuk mengelola bumi dan seisinya untuk sebesar-besarnya
dimanfaatkan oleh manusia. Akan tetapi kita sebagai manusia juga dituntut
oleh-Nya untuk dapat mempertanggung-jawabkan keleluasaan dalam memanfaatkan
bumi dan seisinya tersebut.
Berawal dari
pernyataan tersebut terdapat kenyataan bahwa perilaku manusia khususnya dalam
bidang pengembangan pertanian modern telah mengakibatkan dampak-dampak yang
sangat serius. Konsep dan prinsip-prinsip pertanian dalam sistim pertanian
modern semakin tidak dapat dipertahankan lagi khususnya untuk tujuan produksi
yang tinggi, tetap mengindahkan dengan ekosistem/linkungan dan berkelanjutan.
II.
KOMPONEN
PERTANIAN ORGANIK
2.1.
Pestisida Alami/Organik (Biopestisida)
Sebenarnya di
dalam pengendalian hama
dan penyakit (PHT) terpadu di dalam budidaya pertanian tidak hanya menggunakan
pestisida. PHT dalam pertanian organik lebih menekankan : cara pengendalian
secara bercocok tanam, pengendalian dengan tanaman tahan, pengendalian hayati
ataupun pengendalian secara fisik mekanik.
Adapun
pengendalian kimiawi yang dalam hal ini adalah penggunaan pestisida kimiawi, di
dalam pertanian organik digantikan oleh biopestisia. Biopestisida ini
sebenarnya telah lama dikembangkan dan dikemas di dalam pabrik, dan dapat juga
dibuat sendiri oleh petani.
2.1.1.
Biopestisida yang dibuat di pabrik
Biopestisida
pabrik ini dapat menggunakan bahan baku
tanaman atau hasil dari tanaman yang bahan aktifnya dapat berupa : Piretrum,
rotenone, ryania dan sabadilla, nikotin, azadirachin, Metil eugenol (ME), dll.
1. Piretrum
Diambil dari
bunga Chrysanthemum sp, yang berasal
dari Asia Tengah, Kenya, Ekuador, dll. Ada 5 senyawa aktif
penyusun Piretrum yaitu piretrin I, piretrin II, sinerin I, sinerin II, dan
jasmolin II. Piretrum ini biasanya digunakan untuk mengendalikan : serangga rumah tangga dan hama sayuran dan buah-buahan. Piretrum
untuk hama
sayuran dan buahan sangat menguntungkan karena residu (sisa) sangat cepat
terurai sehingga sayur dan buah tersebut dapat lebih cepat dan aman untuk
dikonsumsi. Sayangnya, piretrum ini sangat cepat terurai (rusak) apabila
terkena sinar matahari (sinar ultraviolet/UV).
Di Indonesia juga
ada, dikenal sebagai Chrisanthenum
cinerariafolium atau Piretrum banyak terdapat di Indonesia. Tanaman ini dikenal
dengan nama MARIGOLD, ASTER, SERUNI,
atau KENIKIR. Jenis yang banyak di Indonesia
adalah Chrissantemum sp yang banyak
ditanam di daerah pedesaan dan tumbuh liar di padang rumput atau savanna atau ladang.
2. Rotenon
Diambil dari tanaman
leguminose (kacang-kacangan) Derris sp
(tuba atau jenu). Ada beberapa verietas tuba
yaitu Derris eliptica dan D. Malaccencis dari Indonesia dan Malaysia. Juga berasal dari Lonchocarpus utilis dari Amerika
Selatan. Rotenone digunakan sebagai racun kontak dan perut tetapi pengaruhnya
tidak pada sistem saraf. Seperti piretrum, rotenone juga sangat mudah berubah
terutama oleh sinar matahari, oleh karena itu penyimpanan cairan/tepung tuba
ini harus tertutup agar tidak terkena sinar matahari langsung dan udara bebas.
Cairan tuba
diperoleh dengan cara merendam atau merebus batang dan akar pohon tersebut.
Penggunaan tanaman tuba ini dapat juga dengan cara menumbuknya sampai halus,
sehingga didapatkan tepung tuba.
Rotenone adalah
racun yang berbahaya bagi binatang berdarah dingin (ikan, katak, belut, dll).
Namun juga berbahaya bagi manusia, maka harus hati-hati dalam pemakaiannya.
Tepung tuba
(derris) yang dijual di pasaran mengandung rotenone 4 – 5%. Tepung ini dicampur
dengan kapur talk sampai kadar rotenonnya 5% agar aman digunakan.
3. Ryania dan Sabadilla
Ryania merupakan
insektisida dari tanaman Ryana speciosa
dari Trinidad, sedangkan Sabadilla berasal
dari biji Schoenocaulon offnale.
Kedua bahan aktif organik ini jarang digunakan.
4. Nikotin
Nikotin
didapatkan dengan cara merendam daun tembakau dalam air panas, kemudian hasil
rendaman tersebut diletakkan di tempat yang panas selama 24 jam. Sesudah itu
daun tembakau ini diperas sehingga diperoleh air tembakau yang kental.
Campuran nikotin
sebanyak 2 – 3% akan menjadi pestisida bagi kutu-kutu
daun yang mujarab. Hal yang perlu diingat adalah nikotin dengan kadar yang
terlalu tinggi dapat merusak tanaman. Sehingga dapat juga membeli Lucifer
Nikotin yang banyak dijual di toko-toko kimia. Lucifer Nikotin merupakan pestisida
bagi berbagai macam hama.
Penggunaannya ialah dengan kadar 0,1 – 0,2%. Penggunaan kedua pestisida ini
jangan pada saat suhu udara tinggi karena dapat berbahaya bagi manusia.
5. Azadirachin
Diambil dari
tanaman Mimba (Azadiracha sp). Ada 3 spesies Mimba yaitu
A. Indica, A Siamensis, dan A Excelza.
Spesies pertama ada di Asia termasuk Indonesia
dan dua spesies lainnya terdapat di Thailand. Ada + 200 spesies yang peka terhadap
Azadirachin. Biasanya produk olahan Mimba oleh pabrik sering disebut Neem yang dikemas dalam bentuk botol,
sachet, dos, dsb.
6. Metil Eugenol
Bahan ini
digunakan sebagai feromon (penarik serangga jantan) yang diambil dari minyak
cengkeh.
2.1.2.
Biopestisida yang
dibuat sendiri
Biopestisida ini dapat
menggunakan bahan tanaman (lampiran 1)
1.
Biopestisida yang
terbuat dari tanaman penghasil piretrum
Kombinasi
piretrum dan piperonil butoksida non-toksik
ternyata menghasilkan bubuk yang sangat efektif untuk mencegah kerusakan hasil
panen seperti gabah, gandum, jagung, barley, oat, oleh serangga.
Bubuk yang
dicampur dengan gabah segera setelah pemanenan, dapat melindungi hasil panen
dari kumbang penggerak, kumbang serangga pengebor gabah (grain borer), dan ulat tepung selama lebih dari 2 tahun. Pemakaian
dalam skala besar maupun kecil dapat dilakukan dengan mudah dan aman.
Ramuan ini kini
dirancang oleh para peneliti dari Institut Riset Pertanian Kenya (Kenya
Agricultural Research Institute atau KARI), untuk melindungi gudang tembakau
dari kumbang kretek dan ngengat tembakau.
Institut
Pertanian Organik Kenya (Kenya Institute of Organic Farming atau KIOF), LSM
yang memperkenalkan pertanian organik sejak 1986, memberikan penyuluhan kepada
petani mengenai persiapan dan penggunaan piretrum untuk mengendalikan serangga
seperti Aphid, lalat putih, tungau
laba-laba (spide-mite), dan hama tepung pada tanaman di Field Notes on Organic Farming dengan cara berikut :
Cara I :
1) Didihkan 500 gr
bunga piretrum segar dalam 4 liter air untuk membuat suatu larutan jenuh atau
“teh kental”. Biarkan larutan atau infus menjadi dingin sebelum disaring.
2) Larutkan campuran
ini dengan air dalam jumlah sama (1:1).
3) Untuk membuatnya
berbusa campurkan lerak atau 30 gr batang sabun. Busa dapat meningkatkan
efektifitas piretrum, mempermudah masuknya campuran tersebut ke dalam tanaman.
4) Penggunaannya
dengan cara penyemprotan.
Cara II :
1) + ½ kg bunga
kering piretrum yang dibubukkan, dengan
2) ½ liter minyak
wijen, dan
3) 3 liter minyak
goreng.
Dapat digunakan
untuk mengendalikan rayap dan kutu. Caranya yaitu dengan membuat lubang kecil
di dua gundukan rayap, lalu memberikan campuran tersebut pada lubang kecil
tersebut setiap hari selama seminggu. Biasanya setelah seminggu kemudian rayap
akan menghilang dengan sendirinya.
Cara III :
Campurkan
tumbukan piretrum dengan sedikit susu (seperti salep) jika dipoleskan di bawah
ekor, kaki, dan samping kuping sapi atau hewan ternak lainnya dapat melindungi
dari serangan kutu.
2.
Biopestisida yang
terbuat dari Mimba
a. Ekstrasi biji Mimba (biji Mimba yang berwarna cerah
dengan panjang 1,5 cm).
1) Siapkan dikeluarkan dari buah secepat
mungkin, biji kemudian dikeringkan di bawah terik matahari selama beberapa hari
sehingga terhindar dari jamur (Mimba mulai berbuah pada umur 3 – 4 tahun).
2) Untuk membuat 10 liter larutan ekstraksi,
siapkan ½ kg biji. Biji digiling/ditumbuk hingga halus, kemudian direndam dalam
10 liter air selama minimal 5 hari. Perendaman akan lebih baik jika dilakukan
selama sehari semalam.
3) Larutan Mimba tersebut dapat langsung
digunakan. Bila diaplikasikan secara semprot, harus disaring lebih dahulu agar tidak
menyumbat nozel. Jika digunakan tanpa semprotkan, dapat juga dengan menggunakan
kuas atau sapu jerami ke tanaman sehingga basah.
4) Pengaruh zat azadirachtin pada tanaman akan
berakhir dalam tempo 3 – 6 hari. Oleh karena tanaman sudah bisa dipanen 5 hari
setelah penyemprotan. Frekuensi perlakuan pemberian larutan Mimba tergantung
populasi hamanya. Pada sayuran, frekuensinya bisa seminggu sekali. Bila
populasi hanyanya hanya sedikit aplikasi hanya dilakukan 10 – 14 hari sekali.
b. Minyak Mimba
1) Minyak Mimba ini terutama digunakan untuk
hama gudang. Minyak ini didapatkan dengan cara memeras hancuran biji Mimba.
Dari 1 kg biji hanya diperoleh 3 ml minyak. Untuk mengendalikan kumbang yang
merusak biji-bijian dalam gudang.
2) Caranya, campurkan 30 ml minyak Mimba dengan
100 kg biji. Minyak Mimba tidak beracun, tetapi rasanya sangat pahit. Untuk
menghilangkan rasa pahit pada biji, biji-bijian dikonsumsi setelah 3 – 4
minggu. Khaisat minyak ini dapat bertahan selama 6 minggu.
c. Daun Mimba
Juga dapat digunakan sebagai biopestisida
hama gudang. Di India, orang biasa menyebarkan daun mamba diantara hasil panen
atau melapiskan daun-daun diantara hasil panen atau melapiskan pada guna
penyimpanan. Serangan hama gudang ini biasa dihalangi selama 36 bulan.
d. Bungkil biji mimba
Bungkil berwarna
kecoklatan ini masih menyisakan zat aktif yang dapat menahan serangga tanah dan
nematode (hama
cacing-cacingan). Dapat juga digunakan sebagai penyubur tanah.
Jenis Hama
|
Mekanisme Pengendalian
|
Ordo Orthoptera
Misal belalang
|
Mencegah
makan/antifeeding
|
Ordo Homoptera
Misal Aphis/kutu
penghisap, wereng hijau (Nephotetix
virescens), kutu putih, kutu loncat, dan kepik.
|
Mencegah makan atau ganti
kulit
|
Ordo Coleoptera
Semua kumbang
|
Tidak mau makan,
pertumbuhan terganggu dan akhirnya mati
|
Ordo Lepidoptera
Misal larva ulat grayak (Spodoptera sp), ulat krop (Crocidolomia binotalis), ulat kubis (Plutella xylostella), penggerak batang
dan penggerak daun
|
Tidak mau makan,
pertumbuhan terganggun dan akhirnya mati
|
Ordo Diptera
Misal lalat buah
|
-
|
Ordo Himenoptera
Milal penggerak batang
padi
|
Berpengaruh pada perilaku
makan dan mengganggu pertumbuhan
|
2.2. Biofungisida untuk Cabang dan
Kacang Merah
(Biasa dibuat
oleh petani di Desa Penanjung, Kec. Pakenjeng, Kab. Garut)
Fungisida (obat pengendali
jamur) ini terbuat dari :
- 1 bagian daun suren - 1/5 bagian tembakau
- 1 bagian daun angrum - 1/5 bagian cabai rawit
- 1 bagian daun dayang - 1/5 bagian bawang merah
Semua bahan tersebut
digiling halus. Hasil gilingan tersebut dicampur dengan air 1/10 bagian air lalu
disaring. Larutan ini disebut larutan induk.
Selanjutnya untuk
aplikasinya, 1 ml diencerkan dengan 250 ml (1/4 l) air. Sehingga untuk sprayer
yang kapasitasnya 14 liter memerlukan sekitar 56 ml larutan induk.
Penyemprotan dilakukan 3 – 5
hari sekali bila tingkat serangan sudah parah dan hanya 15 hari sekali untuk
pencegahan.
2.3. Biopestisida buatan kelompok tani Murbaning Tani
Rahayu dari Desa Tlompakan, Tuntang, Semarang
Bahan :
1. Daun johar (jowar), daun mindi, daun
ketepeng-kebo, daun sampang, daun kelor, dan daun awar-awar.
2. gadung, akar tuba/jenu
3. Kunir
4. Garam grosok, kapur, belerang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar